Apakah kamu member?

SUCI DAN TUMANG, BUKAN LAGI PELIHARAAN MANUSIA

Kehidupan orangutan di Kalimantan terus terancam karena habitatnya yang tak henti tergerus dan populasi mereka diburu untuk dijual atau dijadikan satwa peliharaan. Belum lama ini BOSF Nyaru Menteng kembali menerima dua orangutan yang sebelumnya dipelihara oleh masyarakat setempat di Kalimantan Tengah.

Suci

Bayi orangutan yang diperkirakan berusia 18 bulan ini diselamatkan pada 8 Agustus, dari seorang karyawan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang memeliharanya di Desa Tumbang Samba, Kabupaten Katingan. Sang pemilik mengaku menemukan orangutan itu saat berangkat kerja di tengah kawasan perkebunan kelapa sawit tanggal 31 Juli lalu. Saat itu hujan, dan bayi orangutan itu sendirian tanpa induk dan meringkuk, seperti kedinginan. Merasa iba, ia pun membawa bayi orangutan itu ke rumahnya dan memberi dia makan dari sisa-sisa makanan dan beberapa buah seadanya.

Dinas Kehutanan Kabupaten Katingan yang menerima laporan mengenai orangutan tersebut, menyita dan menyerahkannya ke Pusat Rehabilitasi Orangutan BOS Foundation Nyaru Menteng. Orangutan betina nan mungil ini kemudian kami beri nama Suci.

Pemeriksaan awal yang dilakukan oleh drh. Greggy, menunjukkan Suci dalam kondisi baik dan masih memiliki perilaku liar. Ia akan mencoba menggigit setiap tangan yang mencoba meyentuhnya. Saat ini sembari menunggu hasil pemeriksaan kesehatan secara lengkap, Suci menjalani proses karantina dibantu para babysitter kami yang penuh dedikasi.

Tumang
Sehari sebelum Hari Orangutan Internasional, yang jatuh pada 19 Agustus, tim rescue kami di Nyaru Menteng bekerja sama dengan BKSDA Kalimantan Tengah menyelamatkan satu orangutan jantan dari Pak Heri, seorang pekerja tambang di Desa Bangkuang yang telah memeliharanya selama 4 tahun. Sang pemilik mengaku mendapatkan Tumang, nama panggilan orangutan tersebut, dari teman kerjanya saat Tumang masih berusia sekitar 6 bulan.

Informasi keberadaan Tumang kami peroleh dari salah satu anggota kepolisian yang melihat Tumang saat menyaksikan perlombaan antar karyawan perusahaan kelapa sawit di Desa Bangkuang. Saat itu Pak Heri bersama istrinya membawa Tumang menonton perlombaan. Sang polisi yang saat itu sedang berjaga menjelaskan kepada Pak Heri bahwa orangutan merupakan satwa yang dilindungi Undang-Undang dan tidak boleh dijadikan satwa peliharaan. Namun, Pak Heri dan sang istri tidak menggubris dan pergi meninggalkan keramaian.

Di hari yang sama, BKSDA Kalimantan Tengah menerima laporan tersebut dan segera menindaklanjutinya dengan mengirim tim keesokan harinya bersama tim dari Nyaru Menteng untuk menyita Tumang dari kediaman Pak Heri.

Pak Heri dan istrinya memperlakukan Tumang selayaknya anaknya sendiri; diberi pakaian, selalu dibawa kemana pun ketika mereka berpergian, diberi makan seperti apa yang mereka makan, bahkan Tumang juga dimandikan setidaknya 2 kali dalam sehari.

Pemeriksaan awal kesehatan yang dilakukan oleh drh. Fiet Hayu menunjukkan bahwa secara fisik, Tumang dalam keadaan sehat, namun rambut di sekeliling lehernya dicukur habis oleh pemiliknya.

Orangutan BUKAN Peliharaan!
Anak orangutan yang dipisahkan dari induknya telah kehilangan kesempatan untuk belajar keterampilan hidup di hutan. Membuat publik sadar hukum bahwa memelihara orangutan adalah illegal dan memberikan pengetahuan tentang konservasi, tampaknya tak akan pernah usai. Masyarakat berpikir bahwa mengurung satwa liar merupakan bentuk proteksi dan karenanya bernilai ‘konservasi’. Justru sebaliknya, mengambil satwa liar dari habitatnya dan menjadikannya hewan peliharaan hanya akan mempercepat proses kepunahan mereka.


Suci dan Tumang, Bukan Lagi Peliharaan Manusia (Kredit foto: BOSF 2016)

Suci dan Tumang, Bukan Lagi Peliharaan Manusia (Kredit foto: BOSF 2016)

Suci dan Tumang, Bukan Lagi Peliharaan Manusia (Kredit foto: Indrayana)

Suci dan Tumang, Bukan Lagi Peliharaan Manusia (Kredit foto: Indrayana)

Bulan lalu, Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) diklasifikasikan oleh IUCN sebagai Satwa Terancam Punah atau Critically Endangered. Proses rehabilitasi membutuhkan waktu sampai tujuh tahun, sebelum kami dapat mengembalikan orangutan ke alam liar. Oleh karena itu, kita benar-benar berlomba dalam waktu untuk mencegah satwa yang menakjubkan ini dari kepunahan.

Tumang telah dipelihara selama empat tahun, ini berarti bahwa ia telah kehilangan kesempatan menguasai keterampilan bertahan hidup di alam liar, sehingga proses rehabilitasi untuknya dan orangutan-orangutan sepertinya, berpotensi memakan waktu cukup lama.

Kami berharap, Pemerintah Indonesia dan para pemangku kepentingan lain bekerja sama melestarikan kehidupan satwa liar. Pemerintah juga harus terus tegas bertindak dan mengusut kasus perdagangan satwa liar yang marak terjadi di Indonesia.

Manusia dan orangutan memiliki kemiripan DNA 97% dan jika kita tatap mata mereka dalam-dalam, kita akan merasakan kedekatan itu. Mari kita bergandeng tangan mendukung upaya pelestarian dan selamatkan satwa hebat ini dari ancaman kepunahan. Ini adalah kewajiban moral kita.




Menurutmu orang lain perlu tahu? Bagikan!

image image image

CATATAN!



OK

YA, AMPUN!



Tutup