YUYUN: PERJALANAN PULIH DARI PENYAKIT MENUJU RUMAH BARUNYA
Yuyun adalah orangutan yang sudah lama menghuni Pulau #0 di Samboja Lestari bersama teman sesama orangutan, Jeffrey.
Jarang ada yang mengetahui, bahwa program di Yayasan BOS tidak hanya Samboja Lestari dan Nyaru Menteng yang aktivitasnya menyelamatkan, merehabilitasi dan melepasliarkan orangutan, serta RHOI yang merestorasi dan mengelola kawasan hutan untuk para orangutan rehabliitan tersebut. Ada satu program yang selama ini jarang diekspos, tapi sesungguhnya sangat penting. Program Mawas. Juga berlokasi di Kalimatan Tengah, Mawas merupakan program konservasi orangutan liar dan habitatnya.
Kawasan Mawas di Kalimantan Tengah meliputi 309.000 Ha areal hutan yang bergambut tebal dengan kedalaman gambut lebih dari 3 meter dan populasi orangutan liar sebanyak 3.000. Menurut ketentuan perundangan, areal dengan kondisi seperti ini merupakan kawasan lindung. Tujuan utama program ini adalah memperlihatkan pada dunia bahwa melindungi dan melestarikan ekosistem yang kompleks dan mengandung karbon tinggi dapat memperlambat perubahan iklim dunia dengan cara mengurangi emisi gas rumah kaca di dunia, sekaligus melindungi spesies penting, yaitu orangutan.
Kegiatan-kegiatan Mawas meliputi pembinaan dan pendampingan masyarakat untuk mata pencaharian alternatif yang ramah lingkungan, penelitian, pemberian beasiswa kepada staf pemerintah daerah, dan berupaya membantu sektor swasta di sekeliling areal Mawas untuk melakukan Praktek Pengelolaan Terbaik (Best Management Practice / BMP).
Nah, kisah singkat berikut ini memberikan kesempatan bagi Anda untuk sekilas mengintip kegiatan pembinaan dan pendampingan masyarakat di Mawas. Selamat menikmati!
Juni yang cerah di Desa Batampang, desa Batampang itu berda di DAS Barito. Desa Batampang dikelilingi oleh sungai, rumah mereka dibuat panggung, buat jaga-jaga pas banjir gitu ceritanya. Walaupun sering terkena banjir, tapi itu suatu anugrah bagi mereka.
Nicol temanku si bule dari Denmark, bertanya kepadaku, “Kok bisa ya, banjir malah bikin anugrah, kan bikin repot karena semuanya air.”
Aku yang memang kerja di Yayasan BOS Mawas pun menjawab, “Ya taulah, Em... jadi gini, pada saat banjir dan setelah banjir mereka akan mendapatkan ikan yang melimpah.”
“Trus kalau udah banyak dapat ikan mau diapakan? Dijual, dikonsumsi, atau….?”
“Ikan akan dijual untuk pengepul yang datang ke desa mereka, kalau dihitung-hitung murah sih harganya, tapi mau gimana lagi coba, dari pada busuk ikannya kan sayang, tapi hebat lho ada beberapa ibu-ibu yang suka bikin ikan kering. Biasanya sih mereka bikin ikan kering Lais, itu ikan yang nggak punya sisik. Lais juga punya kumis panjang. Kata mereka sih selain cepat bikinnya harga jualnya cukup lumayanlah.”
“Bagaimana kalau kita bantu mereka untuk pemasaran ikan keringnya?” kata Nicol memberi ide.
“Tapi kalau dipikir-pikir boleh juga tuh ide, ntar deh aku bicarakan ke Managerku. Selain bisa membantu suami, kan hasilnya lumayan. Jadi saling membantu ya kan? Suami yang mencari ikan, istri yang mengolahnya hingga menjadi hasil olahan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.”
Program Konservasi Mawas Yayasan BOS di mana aku bekerja, telah bekerjasama dengan Proyek DANIDA, memberi pelatihan kepada mereka bagaimana cara pengemasan yang baik, marketing dll. DANIDA itu merupakan proyek yang diinisiasi oleh pemerintah Denmark.
Harapannya agar masyarakat tidak hanya mengolah ikan kering lais saja tapi juga ikan-ikan yang lainnya. Selain itu kegiatan ini dapat memotivasi masyarakat agar tidak merusak atau menebang pohon yang ada di hutan belakang desa mereka, dan ikan yang didapat tetap banyak. Sukses ya buat masyarakat Desa Batampang, maju terus pantang mundur.