PERJALANAN SANG PETUALANG MENUJU KEBEBASAN DI ALAM LIAR
Runtu, orangutan betina berusia 23 tahun merupakan salah satu dari enam orangutan yang berhasil dilepasliarkan di TNBBBR.
Pasti ada beberapa momen dalam hidup yang tidak akan pernah dilupakan, momen yang bermakna khusus dan membangkitkan emosi yang kuat. Saya memiliki pengalaman selama pelepasliaran orangutan ke-39 kali yang dilaksanakan oleh BOS Foundation di Kalimantan Tengah pada 18 Mei 2022 lalu. Sebagai anggota tim komunikasi di BOS Foundation, momen ini terasa begitu personal dan penuh emosi bagi saya.
Pelepasliaran kali ini terselenggara berkat kerja sama antara BOS Foundation, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah, dan Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR). Pada kegiatan pelepasliaran ini, kami melepasliarkan empat orangutan hasil proses panjang rehabilitasi ke hutan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR).
Hal yang membuat saya begitu emosional adalah dikarenakan keterlibatan mengikuti proses rehabilitasi keempat orangutan ini. Saya telah mengikuti perkembangan mereka selama bertahun-tahun, khususnya orangutan Dius. Dius tiba di Pusat Rehabilitasi Nyaru Menteng sebagai yatim piatu saat ia berusia kurang dari dua tahun. Sejak saya bergabung dengan tim BOS Foundation, saya telah mendokumentasikan perkembangan Dius sebagai bagian dari tugas saya untuk menceritakan kisahnya kepada para donatur individu yang mendukung proses rehabilitasinya.
Baca juga: PROFIL KANDIDAT PELEPASLIARAN ORANGUTAN KE 39
Sebelum dilepasliarkan ke alam liar, keempat orangutan ini hidup semi mandiri di pulau pra-pelepasliaran. Pada akhir Januari 2022, keempatnya diambil dari pulau pra-pelepasliaran sebagai kandidat pelepasliaran dan mulai menjalani masa karantina untuk pemeriksaan akhir sebelum dilepasliarkan. Proses pengambilan Dius dari pulau pra-pelepasliaran Badak Kecil sangat penting. Saat kami mencoba mendekati Dius, kepalanya dikepung lebah yang saat itu banyak ditemui di sana! Tampaknya Dius baru saja menemukan dan menikmati madu hutan dan lebah yang marah mencoba menyerangnya serta siapa pun yang mendekat. Memberikan anestesi menjadi sangat sulit, karena teknisi kami harus menjelajah jauh ke dalam pulau dan bahkan harus berenang untuk mencapainya.
Setelah beberapa bulan dikarantina, untuk memastikan mereka tidak membawa penyakit apa pun ke dalam hutan, keempat orangutan ini akhirnya siap untuk dilepasliarkan kembali ke hutan alami. Dius dan Jazzboy adalah yang pertama dibius, disusul Itang dan Sebangau. Keempatnya kemudian dipindahkan ke kandang angkut. Tim pelepasliaran berangkat dari Nyaru Menteng pada pukul 6 sore dan sampai di Desa Tumbang Hiran, Kecamatan Marikit, sekitar pukul 02.00 WIB.
Keesokan paginya, tim kami melanjutkan perjalananan melalui Daerah Aliran Sungai (DAS) Hiran dengan ‘kelotok’ atau perahu. perjalananan kali ini ternyata cukup sulit, karena kondisi cuaca yang hujan di hilir DAS Hiran dan air sungai yang surut. Tim kami benar-benar diuji, sampai akhir! Beberapa bagian sungai cukup sulit untuk dilalui dan membutuhkan waktu lama untuk dilalui. Cuaca hujan membuat tim kami semakin sulit, dengan curah hujan yang terus menerus selama lebih dari satu jam menghambat upaya tim. Kami melanjutkan perjalananan hingga tiba di Pondok Monitoring Hiran sekitar pukul 4 sore. Tim beristirahat kurang dari setengah jam, kemudian melanjutkan lagi perjalananan selama sekitar satu jam ke titik pelepasliaran di hulu dari Pondok Monitoring.
Perjalananan dari Pondok Monitoring menuju titik pelepasliaran pun semakin sulit, karena kami harus melewati beberapa area berbatu di sungai yang cukup dangkal. Tim teknisi dan motoris kami harus bekerja keras agar perahu bisa melewatinya tanpa adanya kerusakan dan aman.
Ketika tiba di titik pelepasliaran, setelah semua kandang angkut ditempatkan di titik-titik pelepasliarannya masing-masing, prosesi buka kandang pun segera dilakukan karena hari sudah mulai gelap. Sebangau menjadi orangutan pertama yang kandang angkutnya dibuka. Ia segera keluar dari kandang dan langsung memanjat pohon tinggi tidak jauh dari titik pelepasliarannya untuk segera bersantai di dahannya setelah menempuh perjalananan yang panjang.
Selanjutnya kandang angkut si tampan Dius dibuka, dia langsung beranjak naik ke pohon yang sama dengan Sebangau. Dius terlihat sangat tertarik dengan Sebangau, dan tak lama bertemu mereka pun melakukan kopulasi. Mereka kemudian melanjutkan petualangan bersama dengan menjelajah area sekitar dan makan umbut rotan bersama-sama. Dius kemudian membuat sarang di pohon rambutan hutan, memakan sebagian buahnya, dan beristirahat di dekat Sebangau.
Di titik pelepasliaran lain, tim membuka kandang angkut Itang yang langsung memanjat pohon. Tak berapa lama kemudian, karena penasaran dengan kondisi hutan di sekitarnya, Itang turun dari pohon, tapi ia pun langsung naik kembali ke pohon dan membuat sarang untuk tidur malam ini.
Lain halnya Jazzboy, yang mengejutkan semua orang, alih-alih memanjat pohon, Jazzboy yang usil berbalik segera setelah dibebaskan. Sepertinya Jazzboy kesal karena terjebak di dalam kandang begitu lama, jadi dia dengan cepat membalikkan kandang yang terhenti karena menabrak kayu besar. Ia pun akhirnya melanjutkan petualangannya menjelajahi rumah barunya di hutan.
Prosesi pelepasliaran keempat orangutan ini akhirnya berakhir saat matahari sudah terbenam, dan kami pun bergegas untuk kembali ke Pondok Monitoring Hiran. Hari yang sudah gelap dan jarak pandang yang terbatas membuat perjalanan kembali ke pondok monitoring lebih menantang. Riam yang kami lewati menjadi lebih berbahaya dengan risiko perahu terbalik.
Perjalananan kembali ke pondok monitoring membuat saya merasa sangat khawatir. Saya siap dengan kemungkinan terburuk, karena perahu sempat terjebak di tengah sungai di riam deras dihalangi oleh batu besar. Saya dan teknisi berusaha membantu dengan mendorong perahu. Motoris yang mengendalikan perahu terpaksa meminta tim PRM yang hafal kondisi sungai untuk memandu kami kembali ke pondok monitoring. Untungnya, setelah dengan sangat hati-hati melewati banyak jeram yang lebih berbahaya, kami dapat kembali ke pondok monitoring pada malam hari.
Perjalananan ini membuat emosi saya naik turun dengan cepat seperti roller-coaster, satu ketika saya akan merasakan kebahagiaan yang luar biasa, berikutnya, saya merasakan kecemasan dan ketakutan yang luar biasa. Ketakutan akan kapal tenggelam dan perasaan panik ketika terjebak di antara bebatuan besar di tengah sungai benar-benar memacu adrenalin saya!
Namun, setiap tantangan yang kami hadapi selama perjalananan tidak sia-sia, karena kami mengantarkan dan memberikan kesempatan kepada keempat orangutan ini untuk hidup mandiri dan berkembang biak di hutan. Saya juga berharap sepenggal kisah ini dapat menginspirasi lebih banyak orang untuk peduli pada orangutan dan lingkungan, serta mengambil tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari mereka. Kita semua harus membantu menyelamatkan orangutan!