SELFIE: BAYI ORANGUTAN YANG DISELAMATKAN DARI TUMBANG SAMBA
Selfie adalah bayi orangutan betina yang diselamatkan dari Desa Tumbang Samba oleh gabungan tim Wildlife Rescue BKSDA Kalimantan Tengah.
Wanna dan teman-temannya berjalan dengan dua kaki layaknya manusia ketika baru tiba di Yayasan BOS Nyaru Menteng. Kehidupan sirkus membuat mereka kehilangan perilaku dan kemampuan alami sebagai orangutan. Mereka tak mampu memanjat pohon maupun tidur di hutan.
Kehidupan Tragis Para Orangutan Sirkus
Pada bulan November 2006, 48 orangutan pulang ke Indonesia setelah diselamatkan dari kehidupan sirkus mereka di Thailand. Kepulangan mereka adalah yang terbesar dari spesies kera besar manapun yang pernah ada, sebagai hasil dari negosiasi bertahun-tahun. Ke-48 orangutan yang disambut oleh istri Presiden, Kristiani Yudhoyono, kemudian diterbangkan ke Palangkaraya untuk memulai proses rehabilitasi mereka di Yayasan BOS di Nyaru Menteng.
Bukan perkara mudah untuk meliarkan kembali ke-48 orangutan ini. Mereka kemungkinan besar sudah ditangkap sejak kecil dan dilatih sebagai binatang sirkus sehingga kehilangan seluruh perilaku dan kemampuan alami mereka. Beberapa di antara mereka tak mampu bertahan hidup akibat sakit keras tertular penyakit manusia. Pertimbangan dari faktor kesehatan inilah yang membuat mereka terpaksa menjalani proses rehabilitasi di dalam kandang karantina.
Namun beberapa di antara mereka menunjukkan perkembangan keterampilan bertahan hidup yang baik meskipun terpaksa menjalani rehabilitasi di dalam kandang. Setelah delapan tahun tinggal di kandang karantina Nyaru Menteng, Wanna dan beberapa temannya menutup masa lalunya sebagai binatang sirkus dan menatap masa depannya sebagai orangutan liar sejati. Menyusul Sukamara, yang telah dilepaskan di pulau pada 6 Mei 2014 lalu, Wanna dan beberapa temannya mendapat kesempatan hidup di pulau pra-pelepasliaran.
Merasakan Kehidupan Semi-Liar di Pulau
Mereka yang mendapat kesempatan menjalani hidup di pulau pra-pelepasliaran adalah Wanna, yang saat ini hidup di Pulau Kaja, serta tiga pasang induk-anak yaitu Mugi (13 tahun) dan Mikhaela (1 tahun), Melata (13 tahun) dan Melano (1 tahun), kemudian Du (15 tahun) dan Miyabi (5 tahun), yang hidup di Pulau Palas.
Setelah menempuh perjalanan selama beberapa menit ke pra-pelepasliaran, mereka pun untuk pertama kalinya merasakan kehidupan semi-liar di pulau setelah sekian lama hidup di bawah tekanan industri sirkus dan tinggal di kandang karantina.
Mungkin karena takjub dihadapkan pada sebuah tempat yang luas, mereka tak langsung memanjat pohon terdekat, melainkan melihat-lihat situasi di sekitar mereka. Beberapa di antara mereka mencium bau tanah, bunga, dan buah-buahan; berguling di rerumputan dan tampak senang dengan kebebasan baru mereka. Kehidupan di pulau membuat mereka cepat beradaptasi dan mulai berperilaku layaknya orangutan liar. Kini mereka sudah mampu membuat sarang dan mengenali buah-buahan hutan yang ada di pulau sebagai pakan alami mereka.
Para orangutan ini dikembalikan oleh Pemerintah Thailand kepada Pemerintah Indonesia dan akan kami pantau selama minimal satu tahun ke depan untuk memastikan mampu tidaknya mereka bertahan hidup di alam. Jika perilaku dan kemampuan alami mereka berkembang baik, tentu suatu saat nanti mereka berhak mendapatkan kesempatan untuk pulang ke rumah sejati mereka di hutan.