PESAN DARI CEO – COVID-19 AND ORANGUTANS
Pada 11 Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan adanya pandemi akibat penyebaran coronavirus jenis baru, yang pertama kali diidentifikasi di Wuhan, Cina pada 2019 (COVID-19).
Masyarakat Dayak Wehea di Kecamatan Muara Wahau, Kutai Timur, telah lama bekerja sama dengan Program Restorasi Habitat Orangutan (RHO) dari Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo atau Yayasan BOS untuk mendukung upaya pelestarian orangutan dan habitatnya. Masyarakat Dayak Wehea menganggap bahwa upaya pelestarian alam dan seisinya sama pentingnya dengan upaya pelestarian adat dan tradisi mereka.
Seperti halnya alam dan seisinya, adat dan tradisi budaya manusia yang telah mewarnai kehidupan manusia selama berabad-abad juga perlu dipertahankan dan dilestarikan. Hal ini yang mendorong Yayasan BOS melalui program RHO mengadakan kerja sama dan saling memberi dukungan dengan masyarakat Dayak Wehea, salah satu sub-suku Dayak yang menghuni wilayah di Kutai Timur. Di Kecamatan Muara Wahau, Kutai Timur, tercatat ada sekitar 6.000 jiwa Dayak Wehea yang tersebar dan mendiami 6 desa di kawasan tersebut, yaitu Bea Nehas, Diaq Lay, Dea Beq, Nehas Liah Bing, Diaq Leway, dan Long Wehea.
Yayasan BOS melalui Program RHO sejak lima tahun lalu telah menjalin kerja sama dengan masyarakat sejumlah desa di atas, yaitu Diaq Lay, Dea Beq, dan Bea Nehas, untuk membantu program kesehatan masyarakat, pendidikan formal maupun non-formal khususnya pendidikan tentang lingkungan, pengembangan pendapatan alternatif, serta penguatan kelembagaan adat Dayak Wehea.
DR. IR. JAMARTIN SIHITE, MSC., CEO Yayasan BOS menyatakan, «Budaya dan tradisi masyarakat adat itu umumnya sangat mendukung prinsip kelestarian alam dan seisinya. Kerusakan alam sebenarnya mulai terjadi saat konsumsi manusia di jaman modern membesar secara eksponensial, dan perkembangan industri kerap melupakan keseimbangan dengan terjaganya sumber daya alam. Dengan pemikiran inilah, kami di Yayasan BOS melalui Program RHO mendukung upaya peningkatan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat adat Dayak Wehea di sekitar wilayah kerja kami. Kami berharap upaya pelestarian baik orangutan dan habitatnya, serta adat, budaya, dan tradisi saudara-saudara kita Dayak Wehea bisa berjalan selaras dan mencapai kesuksesan yang bisa kita sama-sama banggakan.»
Salah satu dukungan yang Yayasan BOS melalui Program RHO berikan adalah dalam bentuk partisipasi dalam kegiatan Kaltim Expo 2020 kali ini. Dalam acara ini, Yayasan BOS melalui Program RHO berupaya membantu memperkenalkan dan mempromosikan warisan budaya Dayak Wehea dalam berbagai bentuk, seperti pameran hasil kerajinan tangan, serta pertunjukan tari dan musik khas Dayak Wehea.
DR. ALDRIANTO PRIADJATI, Program Manager RHO memperkuat, «Kami di Yayasan BOS melalui Program RHO telah bekerja sama dengan saudara-saudara kita dari Dayak Wehea dan kami melihat bahwa adat dan tradisi mereka sangat mendukung nilai-nilai pelestarian alam. Oleh karena itu, secara bersama-sama, kita perlu menjaga adat dan tradisi Dayak Wehea untuk dijadikan sebagai penyangga upaya pelestarian orangutan dan habitatnya yang kami kerjakan. Semakin banyak orang mengenal dan mencintai adat dan tradisi Dayak Wehea, maka upaya pelestarian orangutan dan habitatnya juga akan semakin baik terwujud.»
ENG DOQ, Duta Wehea dari Desa Nehas Liah Bing menyambut baik keikutsertaan dalam Kaltim Expo 2020 ini dengan mengatakan, «Ada banyak produk seni dan adat Dayak Wehea yang perlu kami tunjukkan kepada masyarakat luas. Kami masih memiliki Lembaga Adat, kami punya tari-tari, kami punya hasil kerajinan tangan yang bagus dan kuat, kami juga punya kamus bahasa Dayak Wehea yang kami susun bersama-sama dengan teman-teman dari program RHO-Yayasan BOS.»
Yayasan BOS menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang telah menyelenggarakan Kaltim Expo yang ke-12 ini, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, Pemerintah Kecamatan Muara Wahau, Lembaga Adat Besar Dayak Wehea atas dukungan dan kerja samanya selama ini, serta organisasi mitra kami, Save the Orangutan yang mendukung keterlibatan Yayasan BOS dalam mempromosikan budaya Dayak Wehea dalam acara Kaltim Expo 2020.
TENTANG DAYAK WEHEA
Dayak Wehea merupakan salah satu sub-suku Dayak yang berada di Kalimantan Timur. Terdapat sekitar 6.000 jiwa suku Wehea yang tersebar dan mendiami enam desa di Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nama keenam desa tersebut adalah Bea Nehas, Diaq Lay, Dea Beq, Nehas Liah Bing, Diaq Leway, dan Long Wehea.
Nenek moyang suku Wehea diyakini telah mendiami wilayah Muara Wahau selama puluhan generasi dan bahkan diklaim sebagai sub-suku Dayak tertua yang mendiami wilayah tersebut. Menurut penuturan lisan, nenek moyang suku Wehea berasal dari Cina Daratan.
Masyarakat Dayak Wehea memiliki bahasa dan kepercayaan yang sama. Kehidupan sehari-hari mereka diliputi oleh tradisi dan kegiatan adat yang dilakukan setiap tahunnya. Suku Wehea juga sangat menghargai dan menjunjung tinggi kegiatan berladang dan menanam padi. Terdapat 38 ritual adat yang dilaksanakan dalam setahun yang meliputi ritual untuk menanam hingga memanen padi, ritual untuk anak, dan ritual lainnya seperti pernikahan adat dan ritual kematian. Setiap tahun, tradisi adat Lom Plai (Mbob Jengea) dilakukan untuk merayakan panen padi. Seluruh pengerjaan dan pelaksanaan proses ritual adat dilakukan secara bergotong royong oleh semua lapisan masyarakat.
Di samping itu, Dayak Wehea memiliki tradisi mengurus dan mengatur pemanfaatan sumberdaya hutan. Tradisi tersebut telah dilembagakan dalam bentuk aturan kelembagaan adat. Meskipun pengaruh perubahan zaman ikut memengaruhi perubahan struktur kelembagaan adat, masyarakat Dayak Wehea tetap mempertahankan pemberlakuan aturan dan kelembagaan adatnya.
Editors Note :
Dr. Aldrianto Priadjati
Program Manager RHO
Alamat Surel: aldrianto2005@yahoo.com
Gloria Pratidhwani Manggalagita
Post Release Monitoring and Database Staff
Alamat Surel: gloria@orangutan.or.id
Dokumentasi lengkap berupa foto dan video tersedia di tautan Dropbox ini.
Siaran Pers dapat diunduh di tautan berikut:
Pada 11 Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan adanya pandemi akibat penyebaran coronavirus jenis baru, yang pertama kali diidentifikasi di Wuhan, Cina pada 2019 (COVID-19).
Ini adalah pelepasliaran ke-10 di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) yang dilaksanakan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah, bekerja sama dengan Balai TNBBBR, USAID Lestari, dan Yayasan BOS, peraih World Branding Awa
Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH), Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR), dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah, bekerja sama dengan mitra Yayasan BOS (Borneo Orangutan Survival Foundation)