Yayasan BOS hari ini kembali melepasliarkan enam orangutan dari Program Reintroduksi Orangutan Kalimantan Timur di Samboja Lestari (Samboja Lestari) ke habitat alaminya di hutan Kehje Sewen. Kendati pelepasliaran ini adalah kelanjutan kampanye #OrangutanFreedom yang kami luncurkan 2017 lalu, dan sekaligus langkah maju dalam upaya pelestarian orangutan, Yayasan BOS masih mengalami kesulitan mencari areal hutan untuk melepasliarkan lebih banyak orangutan yang saat ini masih berada di pusat rehabilitasi.
Samboja, Kalimantan Timur, 2 Mei 2017. Yayasan BOS, peraih penghargaan World Branding Award untuk Edisi Animalis tahun 2017 lalu, bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur hari ini akan kembali melepasliarkan orangutan yang telah menuntaskan masa rehabilitasi mereka ke Hutan Kehje Sewen di Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur. Ini adalah pelepasliaran kelimabelas di Kehje Sewen, kawasan hutan restorasi ekosistem seluas 86.450 hektar yang ijin pengelolaannya diperoleh PT. RHOI di tahun 2010, menambah jumlah populasi orangutan di sana menjadi 86 individu.
Enam individu orangutan yang akan dilepasliarkan kali ini adalah 3 jantan bernama Arnold (12 tahun), Derek (10), Totti (12), dan 3 betina bernama Seto (9), Tinatun (10), dan Sakura (10). Ketiga jantan dan Sakura telah merampungkan proses pra-pelepasliaran di Juq Kehje Swen, pulau pra-pelepasliaran berlokasi di Muara Wahau, sementara Seto dan Tinatun kami bawa dari Pusat Rehabilitasi Orangutan Yayasan BOS di Samboja Lestari. Keenamnya telah memiliki keterampilan dan perilaku yang memenuhi syarat agar bisa hidup mandiri di hutan. Sejak tahun 2012 lalu, Yayasan BOS bekerja keras untuk melepasliarkan kembali orangutan yang telah lama berada di pusat rehabilitasi, dan sejauh ini telah berhasil melepasliarkan total 334 (dengan pelepasliaran ini menjadi 340) orangutan di hutan-hutan pelepasliaran di Kalimantan Timur dan Tengah.
DR. IR. JAMARTIN SIHITE, CEO Yayasan BOS mengatakan, «Kami masih melanjutkan kampanye #OrangutanFreedom yang bertujuan melepasliarkan 100 orangutan tahun ini ke habitat alaminya. Rehabilitasi adalah proses yang panjang, dan hutan yang bisa dimanfaatkan untuk pelepasliaran orangutan sangat terbatas. Hal ini berarti masih ada ratusan orangutan lain di pusat-pusat rehabilitasi kami di Kalimantan Tengah dan Timur menanti giliran dilepasliarkan. Di hutan, para orangutan ini kami pantau secara teratur dan kami amati perkembangannya. Kami menilai pelepasliaran orangutan sukses saat kami bisa memastikan mereka dapat hidup mandiri dan beradaptasi dengan baik di hutan.
Pelepasliaran kali ini bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional. Kami di Yayasan BOS berharap generasi muda di Indonesia memperoleh pendidikan yang positif mengenai isu-isu lingkungan hidup, karena merekalah pemimpin di masa depan, dan karena mereka yang akan mewarisi kekayaan alam yang kita lindungi saat ini. Kita butuh tindakan nyata dan seluruh pemangku kepentingan harus bertanggung jawab menyediakan edukasi positif mengenai lingkungan hidup bagi generasi muda khususnya dan publik pada umumnya. Hutan butuh orangutan, kita butuh hutan.»
IR. SUNANDAR TRIGUNAJASA N., Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, mengatakan, «Kerja sama antara BKSDA Kalimantan Timur dengan Yayasan BOS telah berhasil mengirimkan 86 orangutan kembali ke habitatnya di hutan yang aman terjaga. Dan di dalam prosesnya, sejumlah lembaga dan entitas bisnis juga terlibat dalam kerja sama ini. Hal ini merupakan sebuah keniscayaan, karena kita semua paham bahwa konservasi adalah upaya kolektif, yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan. BKSDA Kalimantan Timur sangat mengapresiasi keterlibatan berbagai organisasi dan individu yang aktif mendukung upaya konservasi orangutan dan habitatnya.
Masyarakat pun bisa aktif terlibat. Kita semua bisa ikut aktif mendukung dengan melaporkan kepada kami jika Anda melihat hewan liar, terutama hewan langka atau dilindungi, dipelihara orang. Berhentilah memburu, menangkap, membunuh, atau memelihara berbagai hewan eksotis seperti misalnya orangutan, lutung, atau rangkok, karena mereka dilindungi undang-undang. Mari kita jaga hutan dan keanekaragaman hayati yang dikandungnya.»