Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama dengan Yayasan BOS (Borneo Orangutan Survival Foundation), peraih World Branding Award untuk Animalis Edition tahun 2017 lalu, dan USAID LESTARI, kembali melepasliarkan orangutan hasil rehabilitasi ke Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. Salah satu orangutan yang dilepasliarkan adalah Pangkuy yang direpatriasi dari Thailand pada tahun 2006 lalu.
Pusat Rehabilitasi Orangutan Yayasan BOS di Nyaru Menteng terus melakukan pelepasliaran orangutan hasil rehabilitasi yang telah siap hidup liar. Setelah sejak Agustus lalu telah berhasil melepasliarkan 23 orangutan ke hutan alami di TNBBBR, kali ini kembali melepasliarkan 4 orangutan betina ke Taman Nasional di Kabupaten Katingan tersebut. Pelepasliaran ini menambah populasi orangutan yang dilepasliarkan di TNBBBR menjadi 106 sejak pelepasliaran orangutan pertama kali dilaksanakan di bulan Agustus 2016.
Salah satu orangutan yang dilepasliarkan kali ini adalah Pangkuy, hasil repatriasi dari Thailand tahun 2006 lalu. Di tahun tersebut, Pemerintah Indonesia melalui KLHK melakukan upaya repatriasi atau pemulangan kembali 48 orangutan yang dipulangkan dari Thailand yang kemudian dititip-rawatkan di Pusat Rehabilitasi Orangutan di Nyaru Menteng, dan sejauh ini baru 3 orangutan yang dilepasliarkan ke habitat alaminya, dengan Pangkuy sebagai yang keempat.
Keempat orangutan yang dilepasliarkan kali ini semuanya betina, mereka adalah Pangkuy (17 tahun), Sisil (13), dan satu pasang induk-anak, Clara (12) dan Clarita (1). Mereka dibawa dalam perjalanan menempuh jalur darat dan sungai yang memakan waktu kurang lebih 10-12 jam dari Nyaru Menteng ke titik-titik yang telah ditentukan di TNBBBR.
DR. IR. JAMARTIN SIHITE, CEO Yayasan BOS mengatakan, «Menerima dan merawat orangutan hasil repatriasi yang notabene sempat lama berada di kandang tanpa kesempatan untuk melatih keterampilan dan tidak memiliki perilaku liar merupakan tantangan besar bagi pusat rehabilitasi. Hal ini dibuktikan dengan minimnya jumlah orangutan dari repatriasi yang bisa kami lepasliarkan, bahkan setelah lebih dari 10 tahun proses rehabilitasi. Ini bukti nyata dari pentingnya penegakan hukum yang tegas untuk mencegah dan pada akhirnya menghentikan upaya penyelundupan satwa liar.
Kami selalu menyerukan perlunya kerja sama semua pemangku kepentingan, sangat penting bagi keberhasilan konservasi orangutan dan habitatnya. Karena kita semua menikmati hasil hutan, baik dalam bentuk udara segar, air bersih, berbagai produk hutan baik kayu dan non-kayu, dan masih banyak lagi, kita wajib bertanggung jawab. Hutan berperan besar dalam pemenuhan kebutuhan manusia, dan sebagai spesies kunci di hutan-hutan di Sumatra dan Kalimantan, orangutan berperan besar menjaga kualitas hutan di sana. Membiarkan spesies ini menjadi korban perdagangan satwa liar jelas tindakan yang tidak bertanggung jawab dan mengabaikan kerja keras pihak lain dalam upaya melestarikannya. Mari kita berupaya lebih keras menjaga keberadaan orangutan di habitatnya.»
IR. ADIB GUNAWAN, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah, mengatakan, “Upaya konservasi memang bukan sebuah proses instan. Hal ini tampak dari lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan satu orangutan yang telah lama dipelihara untuk bisa dilepasliarkan. Kali ini, orangutan yang kami lepasliarkan menjalani rehabilitasi dalam rentang waktu 12 tahun. Waktu dan tenaga yang harus dicurahkan untuk bisa mewujudkan pelestarian alam dan keanekaragaman hayatinya sangat besar dan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh BKSDA, pemerintah, dan lembaga seperti Yayasan BOS saja. Kelompok-kelompok masyarakat dan pelaku bisnis juga harus terlibat secara aktif.
Pemerintah Indonesia terus berupaya melakukan penegakan hukum terkait banyaknya kasus penyelundupan satwa liar ke negara lain seperti orangutan. Sudah lebih dari 4 kali, Pemerintah Indonesia melakukan repatriasi satwa orangutan dari luar negeri seperti Thailand, Kuwait, dan Malaysia akan tetapi penyelundupan satwa terus terjadi. Kami membutuhkan dukungan dari semua pihak untuk menutup kran kejahatan ini.
Ada kebutuhan mendesak bagi adanya kerja sama dari berbagai pemangku kepentingan. Untuk kegiatan pelepasliaran orangutan di TNBBBR saja, beberapa pihak terlibat aktif yaitu BKSDA Kalimantan Tengah, Balai TNBBBR, USAID LESTARI, dan Yayasan BOS. Sampai hari ini, kerja sama kami telah menghasilkan 12 kali kegiatan pelepasliaran dalam 2 tahun terakhir, dan melepasliarkan 106 orangutan di TNBBBR. Bukan jumlah yang besar, mengingat luasnya wilayah Kalimantan Tengah. Oleh karena itu, kita masih harus bekerja lebih keras untuk melindungi dan melestarikan lingkungan kita beserta kenekaragaman hayatinya.»
IR. HERU RAHARJO, M.P., Kepala Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (BTNBBBR) Wilayah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat, menambahkan, «Sebagai spesies payung yang membantu melindungi habitat dan berperan penting bagi kualitas hutan, orangutan adalah bagian yang tak terpisahkan dari ekosistem hutan. Karenanya, mereka wajib kita lindungi keberadaannya! Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya adalah habitat yang secara alami sangat mendukung lestarinya populasi orangutan. Kami mendukung kondisi ini dengan menciptakan keamanan melalui monitoring, evaluasi, dan pengamanan periodik. Kita semua tentu berharap agar orangutan-orangutan yang dilepasliarkan di taman nasional ini akan segera menjadi dasar terbentuknya populasi orangutan liar baru yang sehat.
Namun kita harus ingat bahwa TNBBR hanyalah sebagian kecil dari seluruh wilayah hutan di Indonesia yang luasnya mencapai 93,6 juta hektar. Berbagai wilayah hutan lain juga harus mendapat perhatian. Akan sangat ideal apabila orangutan-orangutan hasil rehabilitasi ini bisa mendapatkan wilayah hutan dengan ketinggian yang sesuai, pasokan pakan alami hutan yang cukup, populasi orangutan liar minimal, serta keamanan jangka panjang.»