Apakah kamu member?

SUSI & SRI PENGHUNI BARU HUTAN KJ7

Jakarta, 2 Februari 2012. Setelah hampir seminggu menyisir beberapa perkebunan sawit di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, kegiatan Penyelamatan dan Pelepasliaran (Rescue and Release) yang dimulai pada hari Selasa 17 Januari 2012 akhirnya membuahkan hasil. Pada hari Minggu 22 Januari 2012, Tim Rescue yang merupakan tim gabungan dari PT Restorasi Habitat Orangutan Indonesia (RHOI), Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF), dan Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam Kalimantan Timur (BKSDA Kaltim), berhasil menyelamatkan dua individu orangutan (induk dan anak) di wilayah perkebunan PT Bakacak Himba Bahari (BHB).

Dua orangutan (induk and anak) berhasil diselamatkan pada 22 Januari 2012 lalu dan dilepasliarkan pada 25 Januari 2012 di Hutan Kehje Sewen, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Hutan Kehje Sewen merupakan areal konsesi restorasi ekosistem yang hak pengelolaannya (HPH-RE) dimiliki oleh PT RHOI.

Sehari sebelumnya, Tim Rescue yang dipimpin oleh Dr. Aldrianto Priadjati selaku Deputi Direktur Konservasi RHOI, sudah menyisir areal tersebut tetapi hanya menemukan beberapa sarang orangutan yang diperkirakan dibuat 2-3 hari sebelumnya. Pada hari Minggu pagi, 22 Januari 2012, Tim Rescue mendapatkan informasi bahwa sejak malam sebelumnya ada sekelompok orang yang mengejar-ngejar dua orangutan di area BHB. Maka Tim Rescue kembali menyisir wilayah BHB.

Tim Rescue datang tepat pada waktunya. Ketika tiba di lokasi yang diinformasikan, terlihat sekelompok orang yang sudah siap dengan parang dan tali untuk menangkap dua orangutan tersebut. Melihat kehadiran tim yang juga didampingi oleh staf BKSDA Kaltim – Ahmad Ripai dan Ridho – mereka otomatis melepaskan parang dan tali, lalu membiarkan tim melakukan kegiatan penyelamatan.
Sang induk orangutan, yang diperkirakan berusia 25 tahun, terlihat sudah sangat kelelahan sehingga tidak ada perlawanan ketika drh. Agus Irwanto dari Program Reintroduksi Orangutan Kalimantan Timur Samboja Lestari – didampingi oleh Hendro dan Muliyono, dua orang teknisi dari Program Reintroduksi Orangutan Kalimantan Tengah Nyaru Menteng – mendekati dan membiusnya. Dia hanya memeluk erat anaknya (betina) yang berusia 6 tahun. Perilaku ini bertentangan dengan perilaku orangutan liar pada umumnya yang tidak mungkin begitu saja didekati oleh manusia. Hal ini menunjukkan bahwa sang induk memang sudah kehabisan tenaga setelah dikejar-kejar semalam suntuk.

Menurut informan kami, sekelompok orang yang mengejar itu bukanlah penduduk lokal. Hal ini terlihat dari logat dan caranya berkomunikasi. Mereka terlihat senang ketika tim datang dan bahkan membantu menyelamatkan orangutan. Namun ketika tim mengucapkan terima kasih dan beranjak pergi tanpa memberikan imbalan, raut muka mereka berubah. Jelas terlihat bahwa mereka mengharapkan sesuatu dari hasil penangkapan tersebut.

Setelah dicek kesehatannya, kedua orangutan kemudian dipasangi chip (penanda) dan sang induk dipasangi radio transmitter yang akan digunakan untuk pemantauan (monitoring) selanjutnya. Kedua orangutan ini akan dipantau secara rutin selama beberapa bulan ke depan untuk memastikan bahwa mereka sudah berhasil menyesuaikan diri di rumah mereka yang baru, di Hutan Kehje Sewen.

“Sebagai penghormatan kepada Dr. Sri Suci Utami, seorang ahli primata terkemuka di Indonesia yang juga membantu tim dalam operasi ini, kedua orangutan ini kami beri nama Suci (induk) dan Sri (anak),” kata Dr. Aldrianto. Diketahui lebih lanjut bahwa Suci juga sedang hamil sekitar 3 bulan. “Ini adalah kabar gembira, karena berarti dalam beberapa bulan lagi, satu individu orangutan akan lahir di kawasan Hutan Kehje Sewen,” tambah drh. Agus.
Radio transmitter tersebut adalah sumbangan dari sebuah organisasi penyelamat satwa – Vier Pfoten – yang juga dikenal dengan nama Four Paws. Selain itu, Vier Pfoten juga mendanai kegiatan ini sepenuhnya.

Setelah proses pemasangan chip dan radio transmitter selesai, Suci dan Sri kemudian dibawa ke Hutan Kehje Sewen dengan kandang melalui jalan darat yang kondisinya rusak parah. Untuk menjaga kondisi kedua orangutan tersebut, pengecekan secara rutin dilakukan di sepanjang perjalanan. Untuk menuju Kehje Sewen, tim harus melalui Kecamatan Muara Wahau di Kabupaten Kutai Timur, kemudian melanjutkan perjalanan ke Pelangsiran, sebuah areal transit bagi para pengumpul gaharu dan sarang burung walet, yang berada tepat di perbatasan Hutan Kehje Sewen. Setelah itu, tim memasuki Hutan Kehje Sewen sampai ke lokasi yang dinamakan Gunung Belah. Di situlah Suci dan Sri dilepasliarkan kembali.

Dengan cuaca yang tidak dapat diperkirakan kondisinya, perjalanan tim menuju lokasi pelepasliaran di hutan Kehje Sewen menemui banyak kendala, seperti jalan yang rusak parah dan licin serta becek, longsoran, jembatan darurat serta menyeberangi beberapa sungai dengan peralatan dan moda transportasi yang terbatas. Maka karena kondisi tersebut, setibanya di lokasi Gunung Belah, tim memutuskan untuk membawa Suci dan Sri ke titik pelepasliaran di dalam hutan dengan cara ditandu, karena tidak mungkin membawa mereka di dalam kandang.
 


Tim rescue mencari keberadaan orangutan

Tim menyiapkan kandang transport orangutan

Sarang orangutan

Tim rescue bersiap sebelum berangkat ke hutan

Di dalam hutan, Suci dan Sri pun tersadar dari bius. Mereka kemudian bangun dan memanjat sebuah pohon. Di atas pohon, mereka terlihat riang dan bahagia. Mereka pun langsung berayun di antara dahan dengan senangnya.

Operasi Penyelamatan dan Pelepasliaran ini berhasil diselesaikan dengan baik. Tim Rescue pun kembali dengan selamat ke daerah asalnya masing-masing. Kegiatan ini diawali dari arahan Dirjen PHKA dan niat baik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, dengan mengadakan pertemuan antara BOSF, RHOI dan BKSDA Kaltim dengan para pengusaha kelapa sawit di Kalimantan Timur yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). Pertemuan yang diadakan pada hari Sabtu 14 Januari 2012 tersebutlah yang akhirnya membentuk sebuah Tim Rescue yang secara resmi mendapat SK dari BKSDA Kalimantan Timur, dengan tujuan mencari dan menyelamatkan orangutan liar dari kawasan sawit.

Namun Operasi “Rescue and Release” ini tidaklah tanpa konsekuensi. “Melepasliarkan orangutan liar di Hutan Kehje Sewen mengakibatkan berkurangnya lahan yang sedianya dipersiapkan untuk melepasliarkan orangutan ex-rehabilitasi. RHOI membutuhkan lahan-lahan baru untuk dijadikan hutan bagi orangutan. RHOI telah mengajukan aplikasi ijin Restorasi Ekosistem (RE) untuk tambahan lahan di Kalimantan Timur maupun di Kalimantan Tengah, namun proses pemberian ijin ini tampaknya mengalami berbagai hambatan. Dukungan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mempercepat proses ini, agar orangutan ex-rehab yang kini mengantri di pusat-pusat rehabilitasi BOSF dapat segera dilepasliarkan,” kata Prof. Dr. Bungaran Saragih selaku Ketua Dewan Pembina BOSF.

Selain itu, sektor swasta, khususnya perusahaan/perkebunan sawit, sesungguhnya memiliki tanggung jawab besar dalam upaya konservasi orangutan. Tantangan terbesar saat ini adalah membuat sektor swasta menyadari hal ini dan mendapatkan komitmen serius dari mereka. Kebanyakan perusahaan di Indonesia cenderung menggampangkan proses pengelolaan sumber daya alam dan membebankan biaya lingkungan kepada pihak-pihak lain. Padahal secara logika, eksternalitas atau dampak negatif dari sebuah usaha seharusnya dibebankan dan dimasukkan sebagai bagian dari biaya operasional perusahaan itu sendiri.

“Dari hari ke hari, populasi orangutan menurun drastis dan berada di ambang kepunahan. Menyelamatkan orangutan liar dari potensi konflik dengan manusia, hanyalah upaya jangka pendek. Komitmen dan keterlibatan semua pihak, terutama pihak swasta yang usahanya bersinggungan dengan keberadaan mereka, sangat diperlukan untuk memastikan tegaknya hukum dan lestarinya orangutan,” kata Tandya Tjahjana, Kepala Balai KSDA Kaltim.

“Kami pun masih memerlukan banyak dukungan dana dari berbagai pihak untuk melanjutkan perjuangan melestarikan orangutan dan habitatnya,” tambah Dr. Signe Preuschoft selaku ahli primata dari Vier Pfoten, merangkap penasehat untuk BOSF.
Di tahun yang baru ini, tahun 2012, Suci dan Sri pun mendapat harapan baru untuk kembali hidup bebas dan aman di habitatnya. Operasi Penyelamatan dan Pelepasliaran Orangutan yang terselenggara berkat kerjasama RHOI, BOSF, dan BKSDA Kaltim, dengan dukungan dari Pemerintah Propinsi Kaltim, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dan Vier Pfoten ini, berhasil menunjukkan bahwa sinergi antara kebutuhan pembangunan dan konservasi sangat mungkin dilakukan dan sudah selayaknya menjadi kewajiban.

Kontak:
Paulina Laurensia Ela
Spesialis Komunikasi
Email: pauline@orangutan.or.id




Menurutmu orang lain perlu tahu? Bagikan!

image image image

CATATAN!



OK

YA, AMPUN!



Tutup