KEHIDUPAN BARU DI HUTAN BATIKAP
Tim PRM kami di Hutan Lindung Bukit Batikap kembali mengamati salah satu orangutan yang sering mengunjungi Pondok Monitoring Totat Jalu, yaitu Inung dan anaknya.
Kamp-kamp tempat tim Post-Release Monitoring (PRM) BOS Foundation bekerja selalu terletak jauh di dalam hutan, yang berarti sulit dicapai!
Seperti halnya Kamp Nles Mamse yang terletak di bagian selatan Hutan Kehje Sewen, Kabupaten Kutai Timur. Kota terdekat adalah Kota Kecamatan Muara Wahau, berjarak sekitar 70 kilometer jauhnya. Perjalanan darat menggunakan mobil berpenggerak empat roda dari mess kami di Muara Wahau ke kamp butuh waktu sekitar 4 jam dalam kondisi lancar, tidak ada gangguan jalan rusak berlumpur akibat hujan deras atau longsor.
Seluruh perjalanan darat tersebut terdiri dari dua bagian, separuh pertama, kami melintasi jalanan tanah yang membelah ratusan hektar kompleks perkebunan sawit. Bagian kedua adalah jalan berliku memotong hutan konsesi penebangan. Di akhir perjalanan, kami akan tiba di Dermaga 67, tepi sungai landai dan ideal untuk bongkar muat barang. Dari Dermaga 67, kami menyusuri Sungai Telen ke arah hulu menggunakan ces (perahu bermotor) untuk tiba di kamp Nles Mamse di sisi seberang. Sungai Telen ini adalah jalur lalu lintas utama kami dalam mencapai lokasi-lokasi pengamatan dan survey di dalam hutan.
Masalah terbesar dalam memanfaatkan jalur sungai adalah ketergantungan besar terhadap derasnya arus sungai yang bisa berubah-ubah tergantung curah hujan. Jika di daerah hulu sedang banyak hujan, kami tentu harus menunggu. Terkadang, kami harus berjalan kaki menembus hutan melalui transek yang ada. Itu pun terkadang kami masih harus menyeberang cabang-cabang sungai untuk mencapai transek tertentu.
Belum lama ini, tim kami bertolak dari mess di Muara Wahau untuk menuju Kamp Nles Mamse, namun harus berhenti di Dermaga 67 akibat arus sungai saat itu terlalu deras untuk dilalui ces. Kami sempat menunda perjalanan selama beberapa hari menanti arus sungai melemah, namun tak juga ada perubahan! Kami tak bisa menanti lebih lama dan memutuskan untuk berjalan kaki menuju kamp.
Dengan berjalan kaki, berarti kami harus memutar, dan mencari percabangan sungai terkecil untuk diseberangi. Pilihan ini memberi konsekuensi yaitu jarak yang harus kami tempuh menjadi sekitar 3 kilometer lebih jauh dan kami harus menembus vegetasi yang sangat rimbun di sepanjang transek yang penuh pohon tumbang, tanah yang mudah longsor, dan kontur berbukit, Tidak pernah ada momen membosankan di Hutan Kehje Sewen! Setelah menempuh perjalanan selama 1 jam, kami akhirnya tiba di Kamp Nles Mamse.
Tim kami selalu menikmati bekerja di tempat yang terus-menerus memberikan tantangan seperti ini, karena membawa kami untuk terus waspada dan lebih dekat kepada alam. Kami berharap agar selalu bersemangat dan sehat untuk terus melaksanakan tanggung jawab mengamati dan mengumpulkan data orangutan di hutan yang indah ini!