Apakah kamu member?

RUMAH BARU MARJO DI KEHJE SEWEN

Setibanya di garasi guesthouse, orangutan jantan yang dibalut jaring itu segera dimasukkan ke dalam kandang transportasi setelah drh. Riani memeriksa kondisinya.

Para teknisi – Tony dan Dedi – menyiapkan buah-buahan di dalam kandangnya untuk dia makan begitu bangun dari sedasi. “Kondisinya sehat. Usianya sekitar 15 tahun, sedangkan berat badannya sekitar 50 kg,” tutur drh. Riani dari Tim Medis Nyaru Menteng pada kegiatan Rescue & Release orangutan di kawasan perkebunan kelapa sawit PT Yudha Wahana Abadi (YWA), Berau, Kalimantan Timur, tanggal 19 Mei 2013 lalu.

Apa itu Rescue & Release?

Rescue & Release atau sering disebut Translokasi adalah kegiatan penyelamatan (rescue) orangutan liar di areal yang mengalami atau memiliki potensi konflik antara manusia dan orangutan, di mana orangutan tersebut sudah mencapai usia mandiri (bukan lagi bayi atau balita tanpa induk) dan sehat, sehingga dapat langsung dipindahkan dan dilepasliarkan (release) di hutan yang lebih layak. Jika orangutan yang ditemukan masih bayi atau balita, dan induknya sudah mati, maka orangutan tersebut tidak dapat langsung dilepasliarkan dan harus dibawa dulu ke pusat rehabilitasi untuk menjalani proses belajar hidup di alam bebas – sebuah proses yang seharusnya ia jalani bersama induknya.

Kegiatan Rescue & Release juga tidak dapat diaplikasikan bagi orangutan ex-peliharaan manusia (hasil sitaan dari masyarakat). Orangutan seperti ini tidak bisa lagi dikategorikan “liar” karena sudah terbiasa dengan manusia, maka orangutan tersebut harus terlebih dulu masuk pusat rehabilitasi untuk diajarkan menjadi orangutan liar.

Tanggung Jawab Sektor Swasta

Kegiatan Rescue & Release yang dimulai sejak tanggal 13 hingga 22 Mei ini merupakan kerjasama Yayasan BOS dengan PT YWA dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur. Dari Yayasan BOS sendiri, kegiatan ini melibatkan kolaborasi tim lintas-program, baik tim dari Headquarters, Program Nyaru Menteng, Program Samboja Lestari, maupun Program Restorasi Habitat Orangutan (RHO). Sedangkan PT YWA juga menurunkan timnya untuk mendampingi tim dari Yayasan BOS.

Tim gabungan ini mulai mencari orangutan pada 15 Mei dengan cara menyisir areal – blok per blok – yang diperkirakan terdapat orangutan berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan dua bulan sebelumnya, serta tentunya juga berdasarkan informasi dari tim PT YWA mengenai penampakan-penampakan orangutan di areal mereka.

Mengacu pada Praktik Pengelolaan Terbaik atau Best Management Practices (BMP), PT YWA sesungguhnya sudah mengalokasikan 10 persen dari luas keseluruhan areal perkebunan sebagai kawasan konservasi, yaitu sekitar 8.000 hektar. Namun 8.000 hektar ini tidaklah membentuk satu bentangan hutan, melainkan terfragmentasi dalam bentuk hutan-hutan kecil yang terpisah-pisah di sepanjang Sungai Mayong, sungai utama yang melintasi areal perkebunan. Hutan yang sempit mengakibatkan orangutan terpaksa mengembara mencari makan hingga ke areal perkebunan atau kebun warga, terlebih ketika ketersediaan pakan alami mereka menurun. Kondisi inilah yang memaksa PT YWA menghubungi Yayasan BOS untuk melakukan Rescue & Release orangutan.

“Translokasi orangutan sebenarnya adalah pilihan terakhir. Hutan telah kami siapkan untuk konservasi orangutan maupun keanekaragaman hayati lainnya. Tapi karena tidak dalam satu bentangan, melainkan terpisah-pisah, ternyata akhirnya mengakibatkan orangutan terdesak dan seringkali terpaksa keluar dari hutan untuk mencari makan. Tentunya hal ini menjadi potensi munculnya konflik antara orangutan dan manusia,” terang Bapak Supriyadi, Administratur PT YWA.

Orangutan memiliki daya jelajah yg tinggi, hingga 20 km/hari. Itulah sebabnya orangutan membutuhkan bentangan hutan yang luas dan lebat dengan pepohonan besar. Selain itu, hutan juga harus berada di dataran rendah (ketinggian kurang dari 900 mdpl) dan memiliki beragam jenis pakan yang mendukung kehidupan orangutan.

Pencarian Berhari-Hari

Selama dua hari berturut-turut, tim menyisir blok-blok hutan sepanjang Sungai Mayong, namun hasilnya nihil. Sarang-sarang yang ditemukan sebagian besar sarang lama. Beberapa sarang baru pun usianya sudah 2-3 hari. Tidak terlihat patahan dahan baru yang dapat menandakan bahwa orangutan baru saja lewat jalur itu. Tidak ditemukan fecesnya dan tidak ada juga bau pesing dari air seninya. Tidak ada batang pohon yang baru terkelupas kulitnya, pertanda baru saja dikuliti oleh orangutan. Tidak ada bekas-bekas makanan lainnya. Tidak ada tanda apapun. Sepi.

Pada hari ketiga, saat tim sedang bersiap istirahat, sholat dan makan siang, tiba-tiba datang dua orang staf PT YWA yang bertugas di Blok C. Mereka mengabarkan bahwa ditemukan satu orangutan jantan di areal mereka dan sudah dijaga oleh beberapa karyawan di sana agar dia tidak lari. Jadwal istirahat pun dibatalkan dan tim langsung meluncur ke Blok C. Namun setibanya tim di sana, ternyata orangutan tersebut sudah berhasil melarikan diri.

Hari keempat pun hasilnya sama. Tak satu orangutan pun menampakkan batang hidungnya. Hari berikutnya, hari kelima, adalah hari Minggu. Tim Yayasan BOS memutuskan untuk tetap melakukan pencarian, tapi lebih santai. Tim lebih kecil karena tim PT YWA yang biasa mendampingi kami hari itu libur. Tim Yayasan BOS hari Minggu itu didampingi oleh Bapak Rahadian Yudha Wibawa, Kepala Kebun PT YWA, dan Bapak Sunarto, supir dari PT YWA.

Menemukan orangutan

Namun justru hari libur yang santai itu ternyata yang memberikan keberuntungan. Dalam perjalanan, Eko Prasetyo (Tyo), Orangutan Rescue Coordinator dari PT Restorasi Habitat Orangutan Indonesia (RHOI), melihat satu orangutan jantan dewasa, tepatnya di Blok K2. Orangutan ini tampak sedang mengamati hamparan tanaman sawit di hadapannya, seperti sedang menyusun strategi untuk mencari makan di sana. Beberapa pekerja perkebunan memang menyebutkan orangutan sering mendatangi kebun dan senang memakan tanaman sawit muda.

Dengan sigap, Tim Rescue & Release yang didukung oleh penembak bius terlatih dari Nyaru Menteng dan tenaga medis, meluncurkan peluru berbentuk jarum (dart) yang sudah diisi obat bius. Seperti layaknya orangutan liar, dia sangat agresif dan tidak suka didekati manusia. Dalam kondisi stres karena tahu akan ditangkap, dia tidak mudah disedasi. Karena itu tembakan bius pun diluncurkan sekali lagi. Setelah orangutan tertidur, otomatis dia terjatuh dari ketinggian pohon tempat dia berada. Maka di bawah, beberapa anggota tim sudah siap membentang jaring untuk menangkapnya.

Orangutan tersebut jatuh tepat di atas jaring dan langsung dibalut dengan jaring tersebut untuk dibawa kembali ke guesthouse dan dimasukkan ke kandang transportasi. drh. Riani langsung memeriksa kondisi orangutan, mengambil sampel darahnya dan mengimplan chip identifikasi. Syukurlah, orangutan itu sehat dan siap untuk dipindahkan ke rumah yang baru.

Rumah Baru Marjo

Oleh pihak PT YWA, orangutan jantan liar ini kemudian diberi nama Marjo. Nama Marjo diambil dari nama panggilan asisten penanggung jawab Blok K tempat orangutan jantan ini ditemukan. Pagi, tanggal 21 Mei, tim membawa Marjo ke Hutan Kehje Sewen, hutan yang dikelola oleh RHOI sebagai areal restorasi ekosistem dan lokasi pelepasliaran orangutan.

Marjo tak lagi agresif ketika mulai memasuki kawasan hutan. Tampaknya dia mulai percaya bahwa manusia yang membawanya ini bermaksud baik. Kanopi hutan yang masih lebat juga membuatnya semakin tenang. Sebuah rumah baru yang sempurna baginya; jauh berbeda dari sepetak hutan kecil di tengah perkebunan yang dia tinggali sebelumnya. Ketika kandang transportasinya dibuka oleh Tyo, Marjo langsung memanjat pohon kecil di depannya, lalu pindah ke pohon yang lebih besar melalui liana (akar gantung).

Di ketinggian kanopi, dia sempat berhenti, lalu menoleh ke Tim Rescue & Release yang masih menengadah, menatap setiap geraknya lekat-lekat. Marjo menatap balik. Mungkin berterima kasih? Atau mungkin mohon diri? Karena setelah itu dia segera menghilang di balik rimbunnya hutan.

Selamat jalan, Marjo! Selamat menikmati rumah baru.


drh. Riani, memeriksa kondisi orangutan oleh Dicky Pratama Rivaldy

Team terus mencari keberadaan orangutan liar di tengah perkebunan sawit yang bisa diselamatkan oleh Dicky Pratama Rivaldy

Pemandangan dari mess PT. YWA oleh Dicky Pratama Rivaldy

Team terus mencari orangutan yang bisa diselamatkan oleh Dicky Pratama Rivaldy

Persiapan tembak bius oleh Dicky Pratama Rivaldy

Persiapan perjalanan Marjo ke rumah barunya oleh Dicky Pratama Rivaldy

Tyo membuka kandang Marjo oleh Dicky Pratama Rivaldy

Kolaborasi team BOSF dan team PT. YWA oleh Dicky Pratama Rivaldy

Tantangan ke Depan

Operasi Rescue & Release ini tidaklah tanpa konsekuensi. “Melepasliarkan orangutan liar di Hutan Kehje Sewen mengakibatkan berkurangnya lahan yang sedianya dipersiapkan untuk melepasliarkan orangutan ex-rehabilitasi. Yayasan BOS dan RHOI membutuhkan lahan-lahan baru untuk dijadikan hutan bagi orangutan, agar orangutan rehabilitan yang kini mengantri di pusat-pusat rehabilitasi Yayasan BOS dapat segera dilepasliarkan,” kata Tyo.

Terlepas dari besarnya tantangan untuk melangkah ke depan, kegiatan Rescue & Release kali ini berhasil menunjukkan bahwa sinergi antara kebutuhan pembangunan dan konservasi sangat mungkin dilakukan dan sudah selayaknya menjadi kewajiban semua pihak. Kami berharap bahwa hutan yang masih tersisa saat ini tetap terjaga kelestariannya dan lebih banyak lagi sektor swasta yang mendukung upaya penyelamatan orangutan dengan menjaga hutan bernilai konservasi tinggi di areal konsesi mereka. Aksi nyata seperti ini akan menyelamatkan Marjo dan kawan-kawannya dari kepunahan. Selamat menempati rumah barumu di Kehje Sewen, Jo!




Menurutmu orang lain perlu tahu? Bagikan!

image image image

CATATAN!



OK

YA, AMPUN!



Tutup