ORANGUTAN WARRIOR #2 – IMAM GHOZALI

Kali ini, kami ingin menyampaikan satu kisah lain mengenai pejuang orangutan atau orangutan warrior dari Pusat Rehabilitasi Orangutan Samboja Lestari di Kalimantan Timur. Pria tangguh ini telah membaktikan hidupnya bagi kesejahteraan orangutan yang dirawat di pusat rehabilitasi kami, yang berdiri sejak awal 90-an lalu. 

Imam Ghozali lahir di Lumajang, 27 Agustus 1970. Ia akrab disapa ‘Pak Cik’ oleh rekan kerjanya, dan kini menjabat Koordinator Sekolah Hutan 2 dan Koordinator Pulau Pra-pelepasliaran di Samboja Lestari. Pak Cik bertanggung jawab atas seluruh kegiatan tim babysitter dan teknisi di Sekolah Hutan 2, tempat para orangutan yang beranjak remaja, dan atas perawatan pulau-pulau orangutan, tempat para orangutan muda yang siap untuk dilepasliarkan. 

Pada tahun 1997, Pak Cik memutuskan untuk meninggalkan kampung halamannya, Lumajang, di Jawa Timur untuk mencari peruntungan di Kalimantan. Begitu sampai Kalimantan Timur, ia langsung ditawari bekerja di BOS Foundation yang saat itu masih bertempat di Wanariset Samboja. Pengalaman pertamanya adalah berpartisipasi dalam pelepasliaran orangutan yang pertama kalinya di Hutan Lindung Gunung Beratus, Kabupaten Kutai Barat. Padahal sebelumnya, ia sama sekali tidak memiliki pengalaman berinteraksi dengan orangutan! 

Sempat berhenti, Pak Cik kembali bergabung di BOS Foundation di tahun 1999. Saat itu, ia mendapat tanggung jawab di bagian Herbarium, tempatnya belajar mengenal pakan orangutan dan mengidentifikasi sampel dari hutan, selama 2 tahun. 
Dari herbarium, Pak Cik dipercaya untuk menjadi teknisi kandang. Di sini, ia semakin dekat dengan orangutan. Pengalaman bertahun-tahun bekerja dekat ratusan orangutan membawanya menjadi Koordinator seperti saat ini. Posisinya mengharuskan Pak Cik mengawasi tim yang melakukan observasi orangutan di Sekolah Hutan 2 dan pulau. Data pengamatan yang dikumpulkan tim ini menjadi dasar pertimbangan bagi siap-tidaknya satu individu orangutan lanjut ke tahap berikut, atau bahkan dilepasliarkan ke hutan. 

Baca juga: ORANGUTAN WARRIOR #1 - HANNI

Menurut Pak Cik, dari sekian banyak pengalaman yang terjadi selama bertahun-tahun bekerja di BOS Foundation, pengalaman paling seru adalah saat ia dan timnya harus memindahkan orangutan dewasa berukuran besar. Berat badan dan kebugaran satu individu orangutan sangat menentukan berapa lama obat bius bekerja. Pernah suatu saat, satu orangutan dewasa berangsur sadar dari pengaruh bius saat mereka belum mencapai kandang tujuan. Dalam kondisi seperti ini, mereka harus bekerja cepat namun tetap teliti. Pengalaman serta kepemimpinan yang menonjol dari Pak Cik membantu tim tanpa kepanikan berarti memasukkan orangutan dewasa itu ke dalam kandang dengan aman, dan mengunci pintu kandang. Pekerjaan ini memang beresiko, Pak Cik mengaku, maka dari itu ia selalu mengingatkan rekan teknisi lain untuk selalu berhati-hati, dan memastikan mereka bekerja seprofesional mungkin.

Sebagai teknisi paling senior dengan pengalaman lebih dari 20 tahun, Pak Cik sangat mencintai pusat rehabilitasi orangutan dan rehabilitasi lahan seluas 1.800 hektar di Samboja Lestari ia berharap wilayah itu bisa tetap terjaga tanpa gangguan, mengingat banyaknya lahan pertambangan atau perkebunan di daerah sekitar. Ia ingin hutan yang saat ini masih ada bisa dinikmati oleh generasi penerus dan berfungsi baik dalam menjaga keseimbangan bumi. 

"Saya berharap semua orangutan yang ada di Samboja Lestari bisa kelak dilepasliarkan, tapi kita tidak bisa menutup mata ada orangutan yang tidak bisa dilepasliarkan. Semoga kita bisa membuatkan pulau-pulau untuk semua orangutan yang tidak bisa dilepasliarkan, di dalam Samboja Lestari ini." 

Pak Cik yakin keberagaman jenis tumbuhan di Samboja Lestari sangat memadai untuk mendukung kebutuhan pakan alami orangutan. Menurutnya, para orangutan yang tidak bisa dilepasliarkan tentu tetap bisa merasakan hidup bebas saat berada di pulau-pulau buatan seperti pulau orangutan yang sekarang sudah ada.