Apakah kamu member?

Yayasan BOS Bantu BKSDA Menangani Kasus Gundul

Tenggarong, Kalimantan Timur, 19 Oktober 2012. Pada Kamis, 18 Oktober 2012, atas permintaan Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo atau Borneo Orangutan Survival Foundation (Yayasan BOS) memberikan pelayanan jasa medis berupa pengecekan kesehatan dan pengambilan sampel darah untuk diteliti lebih lanjut, di kantor BKSDA Kalimantan Timur di Samarinda untuk satu individu orangutan betina yang baru saja diselamatkan oleh pihak BKSDA.

Melalui berbagai jalur media sosial berbasis internet, orangutan betina bernama Gundul yang diperkirakan berusia 21 tahun ini sebelumnya ramai dikabarkan berada dalam kondisi yang memprihatinkan karena kurangnya perawatan yang layak dan diikat dengan rantai oleh pemiliknya di dekat tempat sampah di sebuah perkampungan penduduk di Samarinda. Diberitakan pula bahwa Gundul menderita malnutrisi karena tidak diberi makan yang cukup sehingga ia kerap terlihat mengais sampah di tempat sampah dekat tempatnya diikat.

Berdasarkan pemberitaan itu pula, pihak BKSDA menindaklanjuti dengan menyelamatkan Gundul untuk kemudian diserahkan ke sebuah lembaga konservasi di Kabupaten Kutai Barat, yaitu PT. Satwa Gunung Bayan Lestari (SGBL). Tetapi mengingat hari yang sudah siang dan perjalanan ke Kutai Barat yang dapat memakan waktu sekitar 7-8 jam, BKSDA memutuskan agar Gundul menginap semalam di kantor BKSDA Seksi Wilayah II di Tenggarong.

Pagi ini, Jumat 19 Oktober 2012, Tim Medis Yayasan BOS yang dipimpin oleh drh. Agus Irwanto melakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh terhadap Gundul. Setelah dibius, drh. Agus langsung memeriksa giginya untuk mengetahui usia Gundul. Gigi Gundul sudah tumbuh dalam formasi M2 untuk rahang atas, dan M3 untuk rahang bawah. “M2 dan M3 itu merupakan urutan gigi geraham yang awal tumbuh. Kalau M2 mulai tumbuh, berarti usianya 7 tahun ke atas. Kalau M3, berarti sekitar 13 tahun ke atas, “ jelas drh. Agus. “Maka, berdasarkan kombinasi formasi giginya ini, diperkirakan Gundul baru berusia 12-13 tahun.”

Selain itu, pemeriksaan kesehatan juga menunjukkan bahwa Gundul dalam kondisi sehat, tidak mengalami malnutrisi, rambutnya pun bagus dan sehat. Di lehernya, ada sedikit bekas rantai yang menunjukkan bahwa Gundul memang dirantai, tetapi tidak ketat dan belum dirantai dalam jangka waktu lama. Kondisi mentalnya juga cukup baik. Dia tidak agresif dan tidak pula terlihat tanda-tanda trauma.  Walaupun Yayasan BOS tidak dapat membenarkan adanya orangutan yang dirantai dalam kondisi apapun, kami lega melihat kondisinya tidak seserius yang dilaporkan.

Bapak Ahmad Rivai dari BKSDA yang memimpin Tim BKSDA hari ini juga menegaskan, “Pada saat kami menyelamatkan Gundul kemarin, dia memang dirantai, tapi rantainya panjang dan tidak ketat. Dia bisa berlarian dan bahkan ketika kami tiba di lokasi, dia sedang bermain di atas pohon.” Tidak heran jika Gundul terlihat sedikit stres ketika semalam dia dimasukkan ke kandang transit di Tenggarong karena dia sudah terbiasa bebas.


Gundul ketika baru datang di kantor BKSDA Samarinda, Kalimantan Timur

Kandang transit di kantor BKSDA Seksi Wilayah II Tenggarong tempat Gundul (kiri) dan Joko (kanan) menginap semalam

Pemeriksaan gigi Gundul untuk menentukan usianya

Pemeriksaan kesehatan Gundul oleh Tim Medis Yayasan BOS

Gundul (kiri) dan Joko (kanan) siap diantarkan ke sebuah lembaga konservasi di Kutai Barat, PT Satwa Gunung Bayan Lestari

Maka pagi ini juga, sekitar jam 08.30 WITA, Tim BKSDA mengantarkan Gundul ke Kutai Barat untuk kemudian diserahkan ke pihak pengurus SGBL. Tim Medis Yayasan BOS diminta untuk mendampingi Tim BKSDA. Selain itu, Yayasan BOS juga menyediakan sarana transportasi dan keperluan logistik untuk orangutan. Yayasan BOS juga akan membekali Tim BKSDA maupun pihak SGBL dengan prosedur perawatan satwa, khususnya untuk orangutan.

Menanggapi peristiwa ini, CEO Yayasan BOS, Dr. Jamartin Sihite berkomentar, ”Sebagai organisasi yang berjuang merehabilitasi orangutan dan mengembalikan mereka ke habitat aslinya, Yayasan BOS tidak pernah sekalipun berpikir untuk mengabaikan kondisi orangutan-orangutan yang menjadi korban konflik dengan manusia dan menanti untuk diselamatkan.”
“Akan tetapi,” lanjut Dr. Sihite, ”Kami juga harus jujur dalam melihat kemampuan dan kapasitas kami yang saat ini sudah mencapai batas maksimum, baik dari sisi ketersediaan kandang yang layak, sumber daya manusia, maupun dari sisi pendanaan dan berbagai faktor lainnya. Memaksakan untuk menyelamatkan orangutan dalam kondisi seperti ini berarti kami mengkompromikan kesejahteraan orangutan-orangutan yang sudah ada di pusat rehabilitasi kami.”

Dua pusat rehabilitasi milik Yayasan BOS –Samboja Lestari, Kalimantan Timur dan Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah – saat ini merawat dan merehabilitasi sekitar 850 orangutan dengan tujuan akhir melepasliarkan mereka di habitat aslinya di hutan yang aman.

Selain itu, pemerintah Indonesia juga telah mencanangkan bahwa pusat-pusat rehabilitasi di Indonesia harus melepasliarkan semua orangutan yang memenuhi syarat pelepasliaran paling lambat pada tahun 2015 mendatang. Sebuah target yang tampak sulit dipenuhi jika jumlah orangutan yang menjadi korban konflik dengan manusia semakin meningkat dan melebihi kemampuan pusat-pusat rehabilitasi untuk menampung, merehabilitasi dan melepasliarkan mereka.

Selain mengantarkan Gundul, BKSDA juga membawa satu individu orangutan jantan asal Sebulu yang berusia sekitar 5-6 tahun, bernama Joko, ke SGBL. Seperti Gundul, Joko juga dalam kondisi sehat.




Menurutmu orang lain perlu tahu? Bagikan!

image image image

CATATAN!



OK

YA, AMPUN!



Tutup