KEHIDUPAN BARU DI HUTAN BATIKAP
Tim PRM kami di Hutan Lindung Bukit Batikap kembali mengamati salah satu orangutan yang sering mengunjungi Pondok Monitoring Totat Jalu, yaitu Inung dan anaknya.
Untuk mendukung upaya pelepasliaran di Kalimantan Timur, BOS Foundation dan RHOI membangun sebuah kamp baru di bagian Selatan Hutan Kehje Sewen. Di wilayah ini, satu tim PRM akan ditempatkan untuk memantau kondisi orangutan-orangutan yang dilepasliarkan.
Pembangunan Kamp yang dinamakan Nles Mamse ini dimulai di bulan Agustus 2015. Nama Nles Mamse sendiri diberikan oleh masyarakat Dayak Wehea. Selama pembangunan berlangsung, tim PRM yang sudah mulai bersiap untuk beroperasi sejak awal September untuk sementara tinggal di flying camp.
Kendati tinggal di kamp sementara, tim yang bertugas selalu berusaha membuat bangunan temporer ini terasa senyaman mungkin. Tak hanya bangunan fisik tenda, tim juga melakukan perbaikan jalan setapak menuju titik rilis. Jalan setapak ini sebenarnya bekas jalur pemindahan kayu gelondongan hasil tebangan dari perusahaan kayu yang dulu pernah beroperasi di wilayah Hutan Kehje Sewen. Telah bertahun-tahun terlantar, jalanan itu kembali dipenuhi semak dan tanaman.
Sebelum hari pelepasliaran yang jatuh pada tanggal 4 September lalu, tim lapangan bekerja keras memperbaiki jalan setapak dari tunggul-tunggul kayu dan bebatuan besar. Banyaknya tunggul kayu dan batu besar bisa menghambat kendaraan berpenggerak roda 4 kami yang akan dipergunakan untuk pengangkutan logistik atau kandang transport saat rilis.
Tepat tanggal 31 Agustus 2015 lalu, Kamp Nles Mamse yang pada saat itu telah nyaris rampung, diresmikan. Kepala Biro Operasional dan Perencanaan RHOI, Ariyo Sambodo yang memimpin tim advance yang berangkat lebih dulu di wilayah tersebut dan bertanggung jawab untuk mempersiapkan kamp dan lokasi rilis, memberi sambutan kepada sekitar 20 orang yang bertugas.
“Semoga Camp Nles Mamse ini nantinya dapat menjadi hunian yang nyaman dan dapat memberikan kebahagiaan untuk semua teman-teman kami yang bertugas melakukan monitoring di Selatan Kehje Sewen,” ujar Ariyo.
Acara berlangsung sederhana, namun menyenangkan, dan kami berterima kasih kepada dua juru masak kami di kamp, Mbak Sri dan Mbak Sum, semua orang benar-benar menikmati makanan yang sangat lezat. Patut diingat bahwa anggota tim yang bertugas di Kehje Sewen setiap harinya harus menjelajah wilayah yang cukup luas dan mengerjakan berbagai pekerjaan yang secara fisik melelahkan. Hidangan lezat merupakan pelarian yang sempurna.
Tak hanya membangun perkemahan dalam segi fisik, sumber daya manusia pun dikembangkan untuk membentuk tim monitoring yang baik, terampil, dan solid. Keterampilan menggunakan kompas GPS diberikan kepada para teknisi PRM yang baru bergabung oleh Staf BMP (Best Management Practice), Eko Prasetyo. Keterampilan dasar ini juga didukung dengan keterampilan penting lainnya seperti mengenali jenis pohon, yang menunjang kegiatan monitoring dan survei fenologi. Seluruh data ini wajib diketahui oleh seluruh anggota tim PRM untuk mendapatkan pencatatan data yang akurat.
Kamp Nles Mamse sendiri kini telah siap huni. Bangunan ini dilengkapi dengan panel surya untuk penerangan di malam hari, dan mendukung kinerja tim yang ada dalam melakukan kegiatan monitoring dan mengumpulkan data yang bermanfaat dari Ajeng, Long, Arief, Leonie, dan Erica yang telah dilepasliarkan pada September 2015 lalu.
Semoga kamp ini akan terus menjadi rumah yang nyaman bagi para pejuang orangutan kami yang bertugas di Selatan Hutan Kehje Sewen.