BAYI ORANGUTAN DARI DESA PENDAMARAN, KINI DI SAMBOJA LESTARI
Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (Yayasan BOS) menyambut kedatangan satu bayi orangutan dari Desa Pendamaran, Kecamatan Kembang Janggut, Kutai Kartanegara.
Waktu memang cepat berlalu jika kita menikmatinya. Tidak terasa sudah 15 hari saya berada di kamp Nles Mamse di Selatan Hutan Kehje Sewen. Ini waktunya saya berpindah ke Kamp Lesik di utara Kehje Sewen. Saya juga belum pernah ke sana, sehingga kesempatan ini harus saya manfaatkan sebaik mungkin.
Sebelum menuju ke Kamp Lesik di Utara, kami perlu kembali ke Muara Wahau lebih dulu untuk berbelanja logistik selama 3 hari dan menunggu tim lain. Saya ditemani Koordinator Kamp Lesik, Muhamad Rusda Yakin dan satu teknisi, Awal Choirianto. Di Muara Wahau saya bertemu dengan drh. Hafiz dan Moris dari Samboja Lestari serta beberapa relawan asing yang akan membantu PRM dan renovasi fasilitas sanitasi di Kamp Lesik.
Perjalanan kami selalu penuh dengan kejutan. Dalam perjalanan pulang dari mengantar logistik ke Kamp Nles Mamse di Selatan, mobil yang kami tumpangi mogok sekitar 800 m dari kamp ketika matahari sudah terbenam! Dalam kegelapan, kami bahkan sempat mendengar raungan beruang!
Ketenangan dan ikhtiar kami berbuah hasil. Mobil masih dapat melanjutkan perjalanan hingga ke Pelangsiran. Di Pelangsiran, kami kembali disambut turunan yang curam dan penyebrangan sungai dengan sling, dan saya harus menyebrangi sungai dalam gelap. Rasanya seperti petualangan tiada henti.
Malam itu sudah terlambat untuk mencapai kamp dan kami menginap di Pelangsiran, sebuah pemukiman kecil tempat transit di tepian Hutan Kehje Sewen.
Esok paginya kami menempuh perjalanan yang melelahkan ke Kamp Lesik, akibat kondisi jalur yang tidak bisa diprediksi. Namun semuanya terbayar ketika Kamp Lesik sudah di depan mata, pemandangan barisan bukit tiada henti dan udara sejuk serta suara burung rangkong yang menggema benar-benar menghilangkan penat lamanya perjalanan. Saya sangat senang tiba di sana.
Di Kamp Lesik, fokus utama tim adalah mengevakuasi Lesan. Lesan adalah orangutan yang dilepasliarkan tahun 2012, namun sering bermain-main di sekitar kamp. Hari itu kami melihat Lesan tengah berkopulasi dengan Hamzah. Rencana segera berubah. Keduanya akan kami evakuasi ke Peapung, sekitar 1 km dari Kamp Lesik.
Keesokan harinya Lesan masih tampak berdua dengan Hamzah di sekitar Kamp. Menjelang sore, pukul 14.30, tim evakuasi yang terdiri dari Rusda, drh.Hafiz, Moris, Arif, Pak Ramli, Rizal, dan Handoko berhasil membius dan membawa Lesan dan Hamzah ke Peapung. Untuk mencapai Peapung, tim harus membawa kandang transportasi yang berisi Lesan dan Hamzah menyebrangi sungai kecil berarus deras. Tim kami sudah terbiasa menempuh medan yang sulit dan berhasil melanjutkannya tanpa ada halangan.
Seperti layaknya upaya pelepasliaran, kami berusaha mengikuti mereka berdua sampai bersarang sebelum hari berubah gelap. Namun malang bagi kami, malam harinya hujan deras, sehingga kami harus membatalkan patroli keesokan harinya karena air sungai tinggi dan sulit diseberangi.
Rutinitas di kamp berupa patroli dan kegiatan perbaikan bangunan kamp kami laksanakan secara bersama-sama, dan tiba saatnya saya harus kembali ke ibukota.
Saya dan beberapa rekan menyempatkan diri ke Samboja Lestari yang malangnya, tengah dilanda kebakaran yang cukup parah. Kami tiba di Samboja Lestari pada tanggal 25 September 2015 dini hari, dan di sana api masih berkobar. Satu hal yang tampak jelas adalah, “semangat kami yang tidak pernah padam”.
Perjalanan panjang dan pengalaman yang luar biasa selama satu bulan di Hutan Kehje Sewen, Kalimantan Timur ini sangat berkesan bagi saya. Tidak ada kata lelah dari kami bagi orangutan, alam dan kehidupan yang lestari di masa mendatang.