MEMPERINGATI HARI BUMI DENGAN PELEPASLIARAN 6 ORANGUTAN DI HUTAN KEHJE SEWEN
BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR
Dalam rangka memperingati Hari Bumi, Kementerian Kehutanan bekerja sama dengan Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (Yayasan BOS) serta sejumlah mitra lainnya, hari ini akan melepasliarkan lima individu orangutan hasil rehabilitasi dan mengembalikan satu individu lainnya dari Samboja Lestari ke Hutan Kehje Sewen, yang terletak di Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Sejak 2015, sisi selatan Hutan Kehje Sewen telah menjadi lokasi pelepasliaran orangutan, dan tahun ini, lokasi ini kembali menjadi rumah baru bagi 5 orangutan yang telah menjalani rehabilitasi, serta 1 orangutan yang dikembalikan setelah menjalani perawatan intensif di Samboja Lestari. Untuk mencapai lokasi tersebut, tim menggunakan berbagai sarana transportasi, mulai dari kendaraan berpenggerak empat roda, perahu, hingga tenaga pengangkut untuk membawa kandang transport berisi orangutan ke titik pelepasliaran di hutan. Waktu perjalanan mencapai sekitar 20 jam, yang sangat bergantung pada kondisi lapangan, termasuk kerentanannya terhadap longsor yang dapat memperlambat perjalanan.
Dari enam individu orangutan yang dilepasliarkan, terdapat tiga jantan dan tiga betina. Salah satu orangutan jantan tersebut adalah Uli, yang kini berusia 28 tahun. Uli pertama kali ditemukan pada tahun 2021 setelah memasuki kawasan permukiman di tepi hutan. Ia kemudian diselamatkan oleh tim wildlife rescue dari BKSDA Kalimantan Timur, Seksi Konservasi Wilayah (SKW) III Balikpapan, bekerja sama dengan Yayasan BOS di Samboja Lestari. Setelah menjalani masa rehabilitasi, Uli kini berada dalam kondisi sehat, dengan berat badan mencapai 80 kg, dan siap untuk kembali hidup liar di habitat alaminya.
Sementara itu, Mikhayla, orangutan betina berusia sepuluh tahun sekaligus anggota termuda dalam kelompok pelepasliaran kali ini, diselamatkan di dekat jalan raya Sangatta–Bengalon, tepatnya di dalam konsesi tambang milik PT Kaltim Prima Coal. Saat ditemukan pada 12 Januari 2025, kondisi Mikhayla sangat memprihatinkan—ia mengalami kekurangan gizi parah dan menunjukkan tanda-tanda stres berkepanjangan. Lokasi penemuannya yang sangat dekat dengan jalan utama yang menghubungkan Bengalon dan Muara Wahau menambah ancaman terhadap keselamatannya. Operasi penyelamatan ini merupakan hasil kolaborasi erat antara Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Timur (BKSDA Kaltim), Yayasan BOS (BOSF), Centre for Orangutan Protection (COP), dan Conservation Action Network (CAN). Setibanya di Samboja Lestari, Mikhayla segera menerima perawatan medis intensif, termasuk pemberian suplemen nutrisi dan pengobatan cacingan. Setelah tiga bulan menjalani rehabilitasi, kondisinya membaik secara signifikan dan ia kini siap memulai babak baru kehidupannya di Hutan Kehje Sewen.
Selain itu, salah satu orangutan betina yang juga dilepasliarkan kembali ke Hutan Kehje Sewen adalah Mori. Mori sebelumnya telah dilepasliarkan pada tahun 2019, namun harus kembali ke Samboja Lestari pada tahun 2020 untuk menjalani perawatan intensif. Kini, setelah pulih dan dinyatakan siap, Mori akhirnya dapat kembali ke rumahnya di hutan.
RAJA JULI ANTONI, MA., PH.D., MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA dalam sambutannya menyatakan, "Hari ini telah dilepasliarkan 6 (enam) individu Orangutan yang telah di rehabilitasi di Pusat Penyelamatan Orangutan Samboja Lestari yang dikelola Yayasan BOS untuk dilepaskan di hutan Kehje Sewen. Hari ini bukan sekadar seremoni, namun wujud nyata komitmen kita semua untuk menjaga warisan alam Indonesia, khususnya spesies yang luar biasa dan sangat penting, yaitu Orangutan Kalimantan. Kementerian Kehutanan berkomitmen untuk terus memperkuat kebijakan konservasi yang berbasis ilmu pengetahuan, pendekatan ekosistem, dan partisipasi masyarakat. Melalui program-program seperti restorasi ekosistem, penguatan kawasan konservasi, rehabilitasi satwa liar, dan pemulihan habitat, kami berupaya menghadirkan masa depan yang berkelanjutan bagi manusia dan alam. Kami juga ingin mendorong lahirnya lebih banyak kolaborasi seperti yang kita saksikan hari ini. Konservasi spesies tidak bisa dilakukan hanya oleh Pemerintah, tetapi memerlukan dukungan dan partisipasi semua pihak, guna mengakselarasi tercapainya tujuan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Untuk itu, partisipasi/peran serta masyarakat penting dan strategis dalam upaya konservasi, begitu juga halnya partisipasi dunia usaha memiliki peran strategis dalam pelestarian spesies. Konservasi bukan hanya tentang menyelamatkan spesies, tetapi juga tentang memperkuat hubungan antara manusia dan alam, menjaga warisan bagi anak cucu kita, dan memastikan bahwa hutan kita tetap lestari untuk generasi mendatang."
DR. IR. JAMARTIN SIHITE, M.SC., KETUA PENGURUS YAYASAN BOS, menambahkan, "Pelepasliaran orangutan pada peringatan Hari Bumi ini menjadi pengingat yang kuat bahwa upaya rehabilitasi dan perlindungan satwa liar, khususnya orangutan yang kini berada di ambang kepunahan, adalah tanggung jawab bersama. Meski pelepasliaran terus dilakukan, tantangan yang dihadapi masih sangat besar, lebih dari 350 orangutan saat ini masih menunggu masa depan mereka di pusat rehabilitasi yang dikelola BOSF. Karena itu, perlindungan orangutan harus terus dilakukan dengan semangat membangun bumi yang adil dan lestari bagi semua ciptaan. Kolaborasi yang erat antara pemerintah, masyarakat, dunia usaha dan lembaga konservasi termasuk BOS Foundation adalah kunci untuk memastikan bahwa hutan tetap menjadi rumah yang aman bagi orangutan dan seluruh kehidupan yang bergantung padanya."
SIHOL ARITONANG, PRESIDEN DIREKTUR PT RAPP (PT RIAU ANDALAN PULP AND PAPER, UNIT OPERASIONAL APRIL GROUP), juga menyampaikan "Suatu kehormatan untuk kami ambil bagian dalam pelepasliaran enam orangutan hari ini sebagai kerja nyata mendukung konservasi satwa liar di Indonesia. Melalui kemitraan antara APRIL dan PT RHOI, serta sejalan dengan komitmen keberlanjutan kami dalam APRIL2030, kami aktif mendukung perlindungan satwa liar yang dilindungi dan terancam punah seperti orangutan Kalimantan serta menjaga kelestarian habitat alaminya."
Kementerian Kehutanan bersama Yayasan BOS memberikan apresiasi dan terima kasih kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Timur serta Kabupaten Kutai Kartanegara, dan masyarakat di Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara, atas dukungan dan kerjasamanya.
Yayasan BOS menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada seluruh mitra kami, termasuk BOS Australia, BOS Jerman, BOS Selandia Baru, BOS Swiss, BOS Inggris, BOS Amerika Serikat, BOS Prancis, dan Save the Orangutan, serta para pendukung kami di seluruh dunia seperti Orangutan Outreach yang telah berkontribusi secara signifikan dalam upaya konservasi orangutan yang kami lakukan. Dukungan berkelanjutan mereka memegang peranan penting dalam keberhasilan misi konservasi kami di Indonesia.
Kementerian Kehutanan juga sangat berterima kasih atas kontribusi dari entitas bisnis seperti PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP), unit operasional APRIL Group dan PT Bank Central Asia Tbk, serta para donor individu dari berbagai penjuru dunia yang kemurahan hatinya telah membantu menjaga keberlangsungan upaya kami dalam melindungi dan melestarikan orangutan serta habitatnya.
*Foto/video dokumentasi dapat diunduh di tautan Google Drive [di sini]
Editors Note :
Tentang Yayasan BOS
Didirikan pada 1991, Yayasan BOS adalah sebuah organisasi non-profit Indonesia yang didedikasikan untuk konservasi orangutan Borneo dan habitatnya, bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, masyarakat setempat, dan organisasi mitra internasional.
Yayasan BOS saat ini merawat lebih dari 350 orangutan dengan dukungan 400 karyawan yang berdedikasi tinggi, serta juga para ahli di bidang primata, keanekaragaman hayati, ekologi, rehabilitasi hutan, agroforestri, pemberdayaan masyarakat, komunikasi, edukasi, dan kesehatan orangutan. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi www.orangutan.or.id.
Tentang PT. RHOI
PT Restorasi Habitat Orangutan Indonesia (RHOI) adalah perusahaan yang didirikan oleh Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (Yayasan BOS) pada tanggal 21 April 2009, untuk sebuah tujuan spesifik, yaitu untuk mendapatkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu untuk Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) bagi pelepasliaran orangutan.
Sebagai sebuah LSM, Yayasan BOS tidak bisa secara legal mendapatkan izin ini. Karena itulah Yayasan BOS membentuk sebuah perusahaan, yaitu RHOI, sebagai sarana untuk mendapatkan izin tersebut. IUPHHK-RE memberikan RHOI otoritas dalam penggunaan dan pengelolaan sebuah area konsesi, dalam hal ini hutan, yang sangat dibutuhkan untuk melepasliarkan orangutan.
Pada 18 Agustus 2010, RHOI berhasil mendapatkan IUPHHK-RE dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, atas lahan hutan seluas 86.593 hektare di Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Lahan konsesi ini menyediakan habitat yang layak, terlindungi dan berkelanjutan bagi para orangutan, selama 60 tahun, dengan opsi perpanjangan selama 35 tahun lagi. Dana untuk membayar izin tersebut, sebesar sekitar 1,4 juta dolar Amerika, didapatkan dari para donor Yayasan BOS yang berasal dari Eropa dan Australia.
RHOI menamakan lahan konsesi ini Hutan Kehje Sewen, mengadopsi bahasa lokal Dayak Wehea yang berarti orangutan. Jadi nama Kehje Sewen berarti ‘hutan bagi para orangutan’. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi www.theforestforever.com.
INFORMASI LEBIH LANJUT:
Kepala Biro Hubungan Masyarakat, KLHK
U. Mamat Rahmat – 081281331247
Kepala BKSDA Kalimantan Timur
M. Ari Wibawanto, S.Hut., M.Sc. – 081320973109
Program Manajer Regional Kaltim BOSF
Dr. Aldrianto Priadjati – 08111110747
Komunikasi HQ BOS Foundation
Nur Furqon Bahmid – 087874728242