Apakah kamu member?

BULAN-BULAN YANG BERAT DI HUTAN

Kesuksesan program reintroduksi orangutan kami yang dimulai kembali pada Februari 2012, telah menjadi perjalanan yang luar biasa bagi kami dan menjadi bagian yang menggembirakan dalam berbagi cerita serta pembelajaran. Sebagian besar orangutan yang dilepasliarkan telah beradaptasi dengan baik, meskipun kami juga memiliki pengalaman yang mengecewakan. Kami masih terus belajar untuk dapat memperbaiki seluruh proses mulai dari pra-pelepasliaran, pelepasliaran dan pasca-pelepasliaran. Persiapan yang matang dan monitoring pasca-pelepasliaran yang kami lakukan merupakan yang pertama kalinya bagi reintroduksi orangutan di Kalimantan. Kami mentargetkan tingkat keberhasilan yang tinggi untuk program pelepasliaran, dan pemantauan pasca-pelepasliaran kami memungkinkan intervensi jika diperlukan, tetapi kami harus realistis menerima bahwa tidak mungkin untuk mencapai tingkat keberhasilan 100%.

Tingkat kematian alami untuk orangutan liar diperkirakan bervariasi mulai dari 2-8% tergantung pada usia, dengan tingkat kematian lebih tinggi terjadi pada tahun pertama setelah berpisah dari induk mereka dan setelah proses pendewasaan (maturation) untuk jantan dewasa. Artinya untuk setiap 100 orangutan yang kami lepasliarkan, antara 2 sampai 8 bisa meninggal setiap tahunnya karena penyebab alami. Tentu saja untuk sebuah program reintroduksi, kematian alami orangutan bisa lebih tinggi karena latar belakang hidup setiap orangutan. Tingkat bertahan hidup orangutan rehabilitan yang dilepasliarkan saat usia remaja (juvenile-adolescence) dilaporkan bervariasi antara 20-80% (Russon et al, 2009); sangat berbeda dengan apa yang kita harapkan dalam populasi liar.

Setelah 28 bulan melaksanakan proses reintroduksi orangutan di Kalimantan dan pelepasliaran 162 orangutan, belum lama ini kami menghadapi dua peristiwa menyedihkan di Kalimantan Timur, yang sulit diterima bagi seluruh anggota tim karena kami mengenal setiap orangutan kami dengan begitu baik. Peristiwa ini terjadi dalam waktu yang singkat. Namun, kami tetap berkomitmen terhadap tugas reintroduksi dan monitoring pasca-pelepasliaran untuk membangun kembali populasi genetik orangutan baru yang layak dan untuk meningkatkan konservasi jangka panjang bagi spesies ini.
 

Kepergian dan Kepulangan Para Orangutan Kami

Maduri dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen pada 20 Maret 2014. Meskipun ia memperlihatkan upaya terbaiknya untuk beradaptasi di lingkungan barunya dengan mencoba beberapa pakan alami dan beraktivitas di pepohonan, tapi sejak awal pelepasliarannya dia telah menghadapi banyak kesulitan. Tim Post Release Monitoring (PRM) pun memfokuskan upaya mereka untuk memantau perkembangan Maduri setiap hari. Tetapi pada 6 Mei 2014, pukul 08:30, Tim PRM dan dokter hewan yang bertugas menemukan Maduri terbaring lemah di tanah dengan luka di bagian tengkuknya. Di saat yang sama, Tim juga tengah melakukan pengobatan intensif dan merawat Kent, orangutan lain yang juga ditemukan dengan beberapa luka serius, sehingga konsentrasi dan fokus Tim terbagi dua.

Dokter hewan kami memeriksa kondisi Maduri dan memutuskan untuk mengevakuasinya ke Camp 103. Maduri langsung mendapat perawatan intensif, termasuk cairan infus dan dipaksa untuk makan. Sayangnya segala upaya yang dilakukan gagal. Maduri meninggal di Camp 103 pada tanggal 7 Mei 2014.

Di saat yang sama, Kent, yang dilepasliarkan pada 22 Maret 2014, ditemukan telah mengalami luka terbuka yang parah pada bagian tengkuk, dada, dan lengan kirinya pada 30 April 2014, yang kami yakini diakibatkan oleh konflik dengan orangutan jantan lain. Tim PRM pernah menyaksikan perkelahian Kent dengan salah satu orangutan jantan yang telah dilepasliarkan yaitu Bajuri, pada 24 Maret 2014. Namun berdasarkan pengamatan kami tidak terjadi luka akibat perkelahian ini.

Di alam liar, tidak butuh waktu lama untuk membuat luka tersebut infeksi. Sesuai dengan prosedur kami, dokter hewan dan Tim PRM memutuskan untuk mengevakuasi Kent ke kandang aklimatisasi dan memberikan perawatan intensif. Dokter hewan kami membersihkan dan merawat lukanya setiap hari serta memberikan buah hutan sebagai suplemen.

Kondisi Kent mulai membaik. Perilaku makannya kembali normal dan sangat aktif. Namun, karena Kehje Sewen sedang musim buah, hutan ini dipenuhi dengan lebah. Ada beberapa sarang lebah di sekitar kandang di mana Kent dirawat dan kondisi Kent kembali memburuk akibat sengatan lebah. Lebah tidak hanya menyengat Kent tetapi juga menyengat dokter hewan kami yang berada di lokasi perawatan Kent. Kesal dan sakit karena sengatan lebah, Kent tak dapat menahan diri untuk terus menggaruk tubuhnya sehingga memperburuk luka-lukanya. Tim telah berupaya mengusir lebah dengan berbagai cara tetapi tidak membuahkan hasil.

Sama halnya dengan Kent, Maduri juga dicurigai mengalami cedera pada lehernya akibat konflik dengan orangutan lain. Meskipun luka-lukanya tidak seburuk Kent, tampaknya konflik itu cenderung menyebabkan stress yang signifikan, yang mempengaruhi pola makan dan membuatnya tidak yakin akan daerah jelajahnya. Perkelahian itu dapat dipicu oleh banyak faktor, seperti usaha untuk mempertahankan teritori dan sumber pakan.

Setelah kepergian Maduri, Tim harus kembali berkonsentrasi pada kondisi kesehatan Kent. Karena lukanya yang semakin luas, sementara fasilitas di camp tidak memadai untuk mendukung perawatan intensif yang diperlukan, dengan berat hati untuk pertama kalinya setelah 28 bulan proses reintroduksi yang berjalan sukses, kami membuat keputusan untuk mengevakuasi Kent dan mengembalikannya ke Samboja Lestari pada 23 Mei 2014.
 

Wani

Setelah kepergian Maduri dan kemudian evakuasi Kent ke Samboja Lestari, kami menerima pukulan lain ketika Tim menemukan mayat Wani di kawasan Gunung Belah pada tanggal 12 Juni 2014. Bekas gigi besar mengindikasikan Wani telah diserang, atau mungkin mayatnya ditemukan oleh mamalia besar lain. Macan dahan (Neofelis diardi borneensis) ditemukan di Kehje Sewen, meskipun umumnya mereka diketahui tidak pernah menyerang orangutan betina dewasa. Namun ada beberapa laporan yang menyebutkan bahwa macan dahan mencoba mendapatkan bayi orangutan, misalnya yang terjadi di Hutan Ketambe di Aceh, tujuh orangutan rehabilitan remaja meninggal setelah diserang macan dahan (Rijksen, 1978). Kemungkinan lain Wani telah meninggal dan mayatnya ditemukan oleh babi hutan Kalimantan (Sus barbatus). Ada beberapa kasus di mana spesies ini membunuh (namun tidak memangsa) beberapa orangutan rehabilitan muda di Hutan Lindung Gunung Beratus, Kalimantan Timur dan juga di Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah.

Kemungkinan lain Wani meninggal karena sakit dan kemudian alam mengurai tubuhnya. Kemungkinan ini bisa saja terjadi dan kita tidak akan pernah tahu. Namun kenyataannya hanya satu, bahwa Wani sudah tidak bersama kita lagi. Dalam usahanya untuk beradaptasi di rumah barunya di Kehje Sewen, Wani menunjukkan peningkatan keterampilan bertahan hidup yang luar biasa. Dia mampu mengenali pakan alaminya dan makan dengan baik, meskipun dia enggan untuk membangun sarang di pohon. Namun dalam beberapa minggu terakhir hidupnya, Wani sudah mulai membangun sarangnya di pepohonan dan kami sangat bangga menyaksikannya. Pada catatan terakhir Tim PRM kami tanggal 5 Juni menunjukkan bahwa perilaku Wani menunjukkan perkembangan yang baik, dengan pola makan yang sehat dan membangun sarang berkualitas baik. Tim memutuskan untuk membiarkan Wani mandiri tanpa kehadiran kami terus-menerus di sekitarnya yang secara alami dapat mengubah perilakunya, sementara Tim memfokuskan pemantauan pada orangutan lainnya. Namun dengan berat hati kami harus menerima kepergiannya seminggu kemudian.


Bulan-bulan yang Berat di Hutan (Kredit foto: Agus Purniawan)

Bulan-bulan yang Berat di Hutan (Kredit foto: Awal Choirianto)

Bulan-bulan yang Berat di Hutan (Kredit foto: Syahik Nur Bani)

Bulan-bulan yang Berat di Hutan (Kredit foto: Dermawan Saputra)

Bulan-bulan yang Berat di Hutan (Kredit foto: Suwardy)

Bulan-bulan yang Berat di Hutan (Kredit foto: Awal Choirianto)

Berupaya yang Terbaik

Tak terelakkan, dua bulan terakhir menjadi bulan-bulan terberat bagi Yayasan BOS. Tim kami telah melakukan upaya maksimal untuk memastikan kesejahteraan semua orangutan melalui kegiatan PRM, namun tentu saja kita tidak dapat memantau segala sesuatu yang terjadi di alam liar. Orangutan seringkali tidak ingin diikuti, hal ini merupakan perilaku yang kita harapkan dan perilaku yang sama juga ditunjukkan oleh orangutan liar. Setelah kematian Maduri dan Wani, kini kami berharap yang terbaik bagi pemulihan Kent. Laporan terbaru dari Samboja Lestari, Kent telah menjalani operasi pada 27 Mei untuk menjahit luka-lukanya dan ia sekarang menerima perawatan intensif. Kini Kent berangsur pulih berkat perhatian dan fasilitas medis yang memadai.

Maduri dan Wani akan selalu kami kenang di dalam hati, dan kami akan terus bekerja secara intensif bagi pemulihan Kent dan keberlanjutan kesuksesan program reintroduksi kami. Tim kami di Samboja Lestari dan di Hutan Kehje Sewen telah melakukan upaya luar biasa dalam memastikan kesejahteraan orangutan kami! Ucapan terima kasih rasanya tidak cukup untuk mengapreasiasinya. Yang terakhir namun tak kalah penting, kami berterima kasih atas seluruh perhatian dan dukungan yang berkelanjutan bagi Yayasan BOS demi memastikan keberhasilan jangka panjang program-program kami.
 

Sumber:

http://en.wikipedia.org/wiki/Sunda_clouded_leopard

Singleton, I., Wich, S.A., Stephens, S., Utami Atmoko, S.S., Leighton, M., Rosen, N., Traylor-Holzer, K., Lacy, R., and Byers, O (eds.). 2004: Orangutan Population and Habitat Viability Assessment: Final Report. IUCN/SSC Conservation Breeding Specialist Group, Apple Valley, MN.

Marshall, A.J., Lacy, R., Ancrenaz, M., Byers, O., Husson, S.J., Leighton, M., Meijaard, E., Rosen, N., Singleton, I., Stephens, S., Traylor-Holzer, K., Utami Atmoko, S.S., van Schaik, C.P., Wich, S.A. 2009. Orangutan population biology, life history, and conservation. In Serge A. Wich, S. Suci Utami Atmoko, Tatang Mitra Setia and Carel P. van Schaik, eds. Orangutans: Geographic Variation in Behavioral Ecology and Conservation, pp. 311-326. Oxford University Press, New York.

Russon, A.E. 2009. Orangutan rehabilitation and reintroduction: Success, failures, and role in conservation. In Serge A. Wich, S. Suci Utami Atmoko, Tatang Mitra Setia and Carel P. van Schaik, eds. Orangutans: Geographic Variation in Behavioral Ecology and Conservation, pp. 327-350. Oxford University Press, New York.

 




Menurutmu orang lain perlu tahu? Bagikan!

image image image

CATATAN!



OK

YA, AMPUN!



Tutup