Apakah kamu member?

BAGAIMANA REHABILITASI ORANGUTAN MEMPERKUAT UPAYA KONSERVASI

Setiap tanggal 5 November diperingati sebagai Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN). Ini merupakan momen penting sebagai pengingat bahwa kita memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga kelestarian kekayaan biodiversitas Indonesia. Bersamaan dengan itu, kisah Inung juga menjadi semangat kami untuk terus melakukan usaha konservasi satwa liar, terutama orangutan sekaligus habitatnya.

Perjalanan Inung di Hutan Lindung Bukit Batikap

Inung pertama kali dilepasliarkan pada 2013 di Hutan Lindung Bukit Batikap. Kala itu, ia berusia 15 tahun dan sudah menjadi induk bagi dua anak, Indah dan Ina. Sejak dilepasliarkan, Inung berhasil beradaptasi dengan baik di alam liar dan hingga kini, ia telah melahirkan empat bayi orangutan yang tumbuh di hutan Batikap.

Baca juga: KEJUTAN DARI INUNG

Tahun 2025 menjadi catatan baru dalam kisah hidup Inung. Ia kini kerap terlihat bersama dua anaknya, Indie dan Indro, yang setia menemaninya menjelajah hutan. Kehidupan sehari-hari mereka pun masih bersinggungan dengan Pondok Monitoring Totat Jalu, tempat para peneliti dan tim pemantauan bekerja.

Beberapa penelitian juga menyoroti bahwa kemampuan orangutan untuk beradaptasi setelah dilepaskan sangat dipengaruhi oleh sejarah hidup dan pengalaman belajar mereka. Inung yang berhasil ke alam liar menggambarkan bagaimana rehabilitasi yang terstruktur dapat mempersiapkan orangutan untuk bertahan hidup di habitat alami mereka.

Tahun 2025 Menjadi Tahun Perjumpaan Paling Sering

Di 2025 sendiri, Tim Post-Release Monitoring (PRM) kami berjumpa dengan Inung sebanyak 3 kali, yaitu di Bulan Maret, Mei dan Juli.

Menurut penelitian tentang rehabilitasi orangutan, pengembangan keterampilan mencari makan dan membangun sarang pada orangutan muda adalah langkah kritis menuju kemandirian yang sukses di alam liar.


Inung, Indie, & Indro

Indie

Indie dan anak-anaknya menikmati waktu makan

Bukti Keberhasilan Usaha Konservasi

Keberhasilan Inung bukan hanya tentang dirinya, tetapi juga tentang bagaimana program reintroduksi orangutan mampu mengembalikan kehidupan satwa liar ex-rehabilitan ke habitat alaminya. Para konservasionis orangutan menekankan bahwa kelangsungan hidup jangka panjang di alam liar adalah ukuran keberhasilan yang sebenarnya, bukan sekadar tindakan pelepasan.

Baca juga: PENGUNJUNG YANG TAK TERDUGA

Fakta bahwa Inung kini sudah memiliki empat keturunan di alam liar menunjukkan kesinambungan generasi orangutan. Indie sudah menunjukkan tahap penting dalam fase hidupnya menuju kemandirian. Sementara Indro, si bungsu, masih terus belajar di bawah bimbingan ibunya. Bukan tidak mungkin mereka juga bisa tumbuh seperti induknya di alam liar.

Ketahanan mereka dalam beradaptasi adalah modal utama mereka dalam bertahan hidup di alam liar pasca-pelepasliaran. Inung juga meneruskan keterampilan bertahan hidupnya kepada anak-anaknya.

Cinta Satwa, Cinta Kehidupan

Kisah Inung selaras dengan semangat HCPSN 2025. Peringatan ini bukan sekadar seremonial pengingat, melainkan ajakan nyata untuk melindungi puspa dan satwa Indonesia, termasuk orangutan yang kini berstatus terancam punah menurut Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN).

Baca juga: A NEW LIFE IN THE BATIKAP FOREST

Dari Inung kita belajar bahwa setiap upaya rehabilitasi, konservasi, dan perlindungan habitat dapat memberikan dampak nyata bagi kelestarian satwa. Dengan memberikan ruang hidup yang aman, orangutan mampu melanjutkan generasi mereka di alam. Ini adalah aksi nyata yang bisa terus kita wujudkan jika cinta terhadap puspa dan satwa benar-benar menjadi bagian dari kehidupan kita.


Rujukan:




Menurutmu orang lain perlu tahu? Bagikan!

image image image

CATATAN!



OK

YA, AMPUN!



Tutup