Apakah kamu member?

CERITA TUNDAI KECIL

Kenyataan tragis dari setiap anak orangutan yang masuk ke pusat rehabilitasi kami adalah mereka telah mengalami masa lalu yang pahit. Mereka telah dipisahkan dari induk mereka pada usia yang sangat muda dan inilah yang dialami oleh Tundai kecil.
 

Kisah Tundai

Pada Juni 2014, orangutan betina berusia dua tahun diserahkan kepada Yayasan BOS Nyaru Menteng dan diberi nama Tundai, diambil dari nama Danau Tundai di mana ia diselamatkan.

Selama enam bulan Tundai menjadi hewan peliharaan Aminurahman, seorang warga Desa Danau Tundai, yang mengaku dirinya sadar dan takut akan konsekuensi karena telah memelihara satwa dilindungi. Namun ia mengklaim bahwa ia telah menemukan Tundai berjalan sendirian tanpa induknya dan membawanya ke rumah karena kasihan, bukan dengan maksud untuk menjadiknya hewan peliharaan. Putranya yang baru berusia delapan tahun, Udin, memiliki versi yang berbeda dari cerita ayahnya. Menurut Udin, Tundai dan induknya terpojok oleh penduduk desa yang mengepung mereka saat mereka mencari makan bersama. Sementara sang induk berhasil melarikan diri ke hutan, Tundai ditangkap oleh penduduk desa dan menjadi hewan peliharaan Aminurahman.

Selama tinggal di rumah Aminurahman, Tundai dikurung dalam kandang kayu sempit dan tidak pernah dikeluarkan dari kandangnya. Ia juga diberi makan nasi dan hanya sesekali saja diberi buah.

Entah bagaimana kebenaran cerita Tundai terpisah dari induknya, mungkin tidak akan pernah sepenuhnya terungkap. Kenyataan yang menyedihkan adalah bahwa ia sekarang menjadi yatim piatu dan membutuhkan dukungan kami untuk mengembangkan kembali kemampuan dan perilaku alaminya.
 

Tinggal di Nyaru Menteng

Tundai sangat ketakutan ketika Tim Nyaru Menteng datang menjemputnya di desa. Melihat kerumunan orang yang ingin menyaksikan proses penyitaan, dia menjadi sangat takut dan memegang erat terali kandang kayunya sambil menangis dan menjerit. Reaksi ketakutannya menunjukkan bahwa perpisahannya dengan induknya akibat perbuatan manusia menjadi pengalaman yang sangat menimbulkan trauma baginya. Demikian juga saat berada di perahu motor ditemani dokter hewan Meryl Yemima, ia terus melihat ke arah hutan di tepi kanan dan kiri sungai seolah-olah baru melihatnya untuk pertama kalinya atau bahkan memilih untuk melarikan diri.

Kini Tundai dirawat oleh babysitter di Nursery Group dan menjalani masa karantina sebelum dapat belajar bersama teman-temannya. Syukurlah Tundai masih menyukai pakan alaminya dan menunjukkan perilaku liarnya. Tundai makan umbut rotan, memanjat cukup tinggi hingga ke atap Baby House dan melakukan kiss-queak untuk menunjukkan ketidaksukaannya kepada manusia. Meski demikian Tundai harus tetap menjalani rehabilitasi karena usianya masih terlalu muda untuk dapat bertahan hidup sendiri di alam liar.
 

Kebutuhan untuk Melindungi Habitat Orangutan

Cerita penyelamatan Tundai cukup berbeda. Tempat di mana dia diselamatkan dari Desa Danau Tundai tidak terlalu jauh dari Palangka Raya, Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah, dan dihuni oleh sedikitnya 56 keluarga, yang sebagian besar mencari nafkah sebagai nelayan. Dari survei sarang orangutan yang pernah dilakukan oleh Yayasan BOS, daerah ini memiliki populasi orangutan.


Cerita Tundai Kecil (Kredit foto: Hermansyah)

Cerita Tundai Kecil (Kredit foto: Hermansyah)

Cerita Tundai Kecil (Kredit foto: Hermansyah)

Dengan meningkatnya kerusakan hutan di daerah ini, orangutan kehilangan habitat alami mereka terpaksa menjelajah jauh untuk mencari makan hingga memasuki pemukiman penduduk yang mengakibatkan konflik antar keduanya terjadi. Bukan hanya orangutan saja yang berkonflik dengan manusia di sini; satwa liar lainnya juga tedesak oleh situasi ini. Dua bulan yang lalu ditemukan kasus beruang madu memasuki pemukiman penduduk dan merusak rumah. Ada juga kasus buaya memangsa hewan ternak warga.

Kasus-kasus ini terjadi akibat hilangnya habitat alami, yang mengakibatkan satwa liar dan manusia berada sangat dekat dan berkonflik. Situasi seperti ini tampaknya tidak akan berkurang karena dalam perjalanan kembali ke Nyaru Menteng, Tim berpapasan dengan beberapa perahu yang menarik gelondongan kayu di sungai.

Selama penyitaan Tundai berlangsung, staf dari Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah berupaya yang terbaik untuk mendidik dan menginformasikan kepada penduduk desa tentang Peraturan Perlindungan Satwa Liar untuk menghindari kasus-kasus yang lebih menyedihkan seperti yang dialami Tundai di masa depan.

Namun, kecuali habitat alami mereka dilindungi dari perambahan yang terus berlanjut, hidup orangutan akan terus berakhir dalam konflik dengan manusia dan keberadaan mereka akan tetap dibayangi oleh ancaman kepunahan.




Menurutmu orang lain perlu tahu? Bagikan!

image image image

CATATAN!



OK

YA, AMPUN!



Tutup