Apakah kamu member?

STASIUN RISET ORANGUTAN TUANAN

Sebagai bagian dari Program Konservasi Mawas, Stasiun Riset Orangutan Tuanan dibangun oleh Yayasan BOS pada 2002 berkolaborasi dengan Carel P. van Schaik dan Maria van Noordwijk dari University of Zurich, serta Erin R. Vogel dari Rutgers University. Sejak 2003, kami juga berkolaborasi dengan Dr. Sri Suci Utami dan Drs. Tatang Mitra-Setia dari Universitas Nasional, Jakarta.

Penelitian di Tuanan berfokus pada perilaku orangutan liar serta dampak dari degradasi habitat terhadap orangutan pada khususnya dan terhadap keanekaragaman hayati pada umumnya. Hasil dari berbagai penelitian di Tuanan diharapkan akan memperdalam pemahaman tentang orangutan dan habitat alami mereka, yang pada gilirannya akan memberikan kami pengetahuan yang diperlukan untuk menjalankan program-program reintroduksi orangutan dan juga program restorasi habitat yang dimiliki Yayasan BOS.

Orangutan liar adalah orangutan yang tidak pernah keluar dari habitat sejatinya, di mana mereka hidup bebas dan mandiri seumur hidupnya. Semi-liar adalah orangutan yang tersingkir dari habitatnya karena satu atau lain hal, namun ketika diselamatkan dia terbukti masih memiliki sifat-sifat alaminya dan secara konsisten memperlihatkan kemampuan yang cukup untuk hidup di hutan; sementara rehabilitan adalah orangutan yang diselamatkan pada usia yang masih amat muda dan/atau sudah lama menjadi peliharaan manusia sehingga dia tidak memiliki atau sudah kehilangan sebagian besar kemampuan yang dibutuhkannya untuk hidup mandiri di hutan yang sesungguhnya. Maka para rehabilitan harus melalui proses rehabilitasi, yang rata-rata menghabiskan waktu selama tujuh tahun. Dari data perilaku orangutan liar inilah, kami belajar cara terbaik untuk mendidik para rehabilitan di pusat-pusat rehabilitasi kami. Mawas adalah rumah bagi sekitar 3.000 orangutan liar.

Belajar dari Orangutan
Ada banyak sekali data perilaku yang harus dikumpulkan para peneliti setiap harinya di Tuanan, di antaranya perilaku sosial (peering/pertemanan), pilihan makanan (termasuk tanaman obat-obatan yang mereka makan pada saat mereka sakit), perawatan diri (grooming), perilaku pada saat bermain, area penjelajahan, suara yang dikeluarkan pada saat-saat tertentu, dan sebagainya.

Induk yang memiliki anak berusia di atas 3 tahun (3-7 tahun), biasanya diobservasi oleh dua orang peneliti. Satu orang mengamati induknya, dan satu orang lagi mengamati sang anak. Ini karena orangutan muda usia 3-7 tahun sudah tidak lagi selalu berada dalam gendongan ibunda. Mereka sudah didorong untuk belajar mandiri dan menjelajah sendiri, meski tetap dalam jarak yang dapat diawasi oleh ibunya.

Hasil observasi ibu dan anak sangat penting bagi Yayasan BOS. Berdasarkan data itulah kami jadi mengerti dan bagaimana induk orangutan mengajari anaknya untuk mandiri dan di usia berapa mereka benar-benar dilepas (biasanya usia 7-8 tahun). Inilah panduan kami untuk mengajari para orangutan kecil yang sudah kehilangan induknya dan kini berada dalam perawatan kami di pusat rehabilitasi – baik di Nyaru Menteng (Kalimantan Tengah) maupun di Samboja Lestari (Kalimantan Timur). Panduan ini juga yang menentukan di usia berapa minimal orangutan rehabilitan bisa dilepasliarkan.

Selain penelitian perilaku orangutan, tim di Tuanan juga melakukan beragam penelitian habitat, salah satu di antaranya adalah fenologi tumbuhan. Selain untuk mengobservasi tanaman-tanaman yang merupakan pakan orangutan, fenologi juga dilakukan untuk mengkaji periode perkembangan pertumbuhan suatu tumbuhan dan bagaimana keadaan ini dipengaruhi oleh musim dan iklim yang berlaku setiap tahun, serta juga faktor-faktor lainnya (misalnya ketinggian area). Hasilnya akan memberikan pengetahuan mengenai dampak perubahan iklim terhadap tumbuhan-tumbuhan tertentu, serta tentunya juga terhadap perilaku orangutan dalam mencari makanan.


Foto-foto orangutan yang berhasil dimonitor ditempel di dinding-dinding Camp oleh Rini Sucahyo

Mawas adalah rumah bagi sekitar 3.000 orangutan liar oleh Rini Sucahyo

Stasiun Riset Orangutan Tuanan oleh Rini Sucahyo

Staf Tuanan yang baru selesai monitoring fenologi oleh Rini Sucahyo

Salah satu orangutan liar di Mawas, Mindy, bersama anaknya oleh Rini Sucahyo

Menjadi Orangutan Liar
Mengobservasi orangutan liar bukanlah perkara mudah. Orangutan liar pada umumnya memang lebih sulit ditemui karena secara naluri mereka lari ketika melihat manusia, apalagi yang belum dikenalnya dengan baik. Meski terlihat tanda-tanda jelas bahwa mereka berada di sekitar area tertentu (misalnya melalui keberadaan sarang-sarang baru), seringkali mereka tidak terlihat batang hidungnya. Para peneliti harus masuk hutan berkali-kali, kadang sampai berminggu-minggu, sampai akhirnya para orangutan liar mengenali wajah-wajah peneliti dan mulai timbul rasa “percaya” terhadap mereka. Barulah mereka bersedia membiarkan dirinya diikuti dan diamati.

Perilaku ini pada khususnya harus pula kami ajarkan kepada orangutan rehabilitan di pusat-pusat rehabilitasi kami. Itu sebabnya Yayasan BOS memiliki peraturan yang ketat mengenai kunjungan ke pusat rehabilitasi – baik kunjungan untuk sekedar melihat orangutan, untuk edukasi, untuk menjadi relawan, untuk liputan, maupun tujuan-tujuan lainnya. Semakin sering orangutan melihat orang-orang baru, semakin terbiasa juga dia dengan keadaan ini. Sehingga, akan sulit mengajari mereka untuk kembali memperoleh perilaku alaminya yang seharusnya menghindari manusia. Jika ini terjadi, semakin sulit pula melepasliarkan mereka ke habitat aslinya, karena mereka tidak akan bisa menjaga keamanan dirinya sendiri melalui perilaku layaknya orangutan liar.




Menurutmu orang lain perlu tahu? Bagikan!

image image image

CATATAN!



OK

YA, AMPUN!



Tutup