Apakah kamu member?

BABAK BARU PELEPASLIARAN ORANGUTAN KE-27 DI KEHJE SEWEN

Tanggal 23 April 2025 menjadi momen bersejarah dalam upaya konservasi orangutan di Indonesia. Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, dan Yayasan Borneo Orangutan Survival (Yayasan BOS) dengan dukungan Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), sukses melepasliarkan lima orangutan sekaligus mengembalikan satu orangutan rehabilitan dari Pusat Rehabilitasi Samboja Lestari ke Hutan Kehje Sewen, area kerja PT Restorasi Habitat Orangutan Indonesia (PT RHOI) di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Baca juga: KANDIDAT PELEPASLIARAN ORANGUTAN KE-27 DARI SAMBOJA LESTARI

Upaya ini tentunya bukan sekadar pemindahan, tetapi sekaligus perjalanan penuh perjuangan, harapan, dan dedikasi untuk memastikan keberlangsungan spesies ikonik ini di habitat alaminya.

Dari Samboja Lestari Menuju Alam Liar

Proses pelepasliaran dimulai dengan penanganan medis. Keenam orangutan dibius terlebih dahulu oleh tim medis kami, untuk dipindahkan satu per satu ke dalam kandang angkut oleh teknisi kami yang berpengalaman. Semua persiapan dilakukan dengan matang, mengingat perjalanan yang akan ditempuh panjang dan menantang. Hal ini sekaligus memastikan kesejahteraan orangutan sesuai protokol kesejahteraan hewan sekaligus keselamatan seluruh tim pelepasliaran.

Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Bapak Raja Juli Antoni, beserta jajarannya melepas rombongan tim pelepasliaran pada Selasa sore, 22 April 2025 dan perjalanan membawa keenam orangutan pun dimulai. Selama perjalanan, tim kami secara rutin melakukan pemberhentian setiap dua jam untuk memeriksa kondisi para orangutan, memberikan pakan buah segar dan air minum, sekaligus memastikan kenyamanan mereka.

Baca juga: SAKSIKAN PERJALANAN KEMBALI KE ALAM LIAR

Perjalanan darat berlangsung selama kurang-lebih 12 jam hingga akhirnya rombongan tim pelepasliaran tiba di Muara Wahau sekitar pukul 02.25 WITA. Setelah beristirahat sejenak dan melakukan briefing, perjalanan kembali dilanjutkan ke dermaga untuk menyeberang menggunakan kelotok menuju titik pelepasliaran di Hutan Kehje Sewen. Sebelumnya, masing-masing kandang angkut dilengkapi pelampung untuk memastikan keselamatan orangutan selama penyebrangan. Perjalanan dari dermaga menggunakan kelotok hanya memakan waktu lima menit untuk sampai ke titik pelepasliaran.

Momen Pelepasliaran: Merayakan Kebebasan

Di dalam hutan, momen yang dinanti pun tiba. Tim membuka kandang-kandang secara bertahap. Mori menjadi orangutan pertama yang dilepasliarkan. Ia dengan penuh semangat langsung melangkah menuju kebebasannya, diikuti oleh Bugis yang sempat terkesima dengan lingkungan sekitarnya, sesaat setelah kandang angkutnya dibuka. Tak lama setelah itu, keduanya terlihat melakukan kopulasi, di mana hal ini menunjukkan adaptasi yang positif dari kedua orangutan ini.


Mori sendiri sebelumnya pernah dilepasliarkan ke Hutan Kehje Sewen pada tahun 2019. Namun, akibat Kesehatannya yang menurun akibat melioidosis, Mori harus kembali ke pusat rehabilitasi untuk mendapatkan perawatan. Kini, setelah pulih sepenuhnya, Mori siap untuk kembali ke rumah sejatinya di alam liar.

Baca juga: PENYELAMATAN ORANGUTAN DARI MUARA TOYU

Kandang selanjutnya yang dibuka ialah Mikhayla. Kandang angkutnya dibuka langsung oleh Menteri Kehutanan. Individu ini menunjukkan progres yang luar biasa, mengingat bahwa Mikhayla sebelumnya diselamatkan di area pertambangan dengan kondisi malnutrisi. Ia kemudian dibawa ke Pusat Rehabilitasi Samboja Lestari untuk memulihkan kesehatannya sekaligus memindahkannya ke area yang lebih aman dan nyaman untuknya. Begitu pintu kandang angkutnya dibuka, Mikhayla langsung melompat keluar dan memanjat pohon terdekat dengan sigap.

Selanjutnya ada Siti dan Uli yang dilepasliarkan di titik berikutnya. Siti berlari keluar dengan penuh antusiasme, sementara Uli lebih tenang, mengamati lingkungan barunya dengan hati-hati tetapi penuh keyakinan. Kandang terakhir yang dibuka ialah milik Sie-Sie. Orangutan bercheek-pad ini menunjukkan agresivitasnya. Hal ini juga menunjukkan bahwa orangutan dapat stress selama berada di perjalanan sebelum akhirnya dilepaskan.

Beruntung teknisi kami dapat dengan cepat menghindar dan konflik dengan orangutan dominan satu ini dapat dihindarkan. Setiap individu menunjukkan respons unik, acap kali kandang angkutnya dibuka. Hal ini tentu sebagai pertanda bahwa proses pelepasliaran juga rehabilitasi yang panjang telah berhasil dirampungkan.

Baca juga: WAJAH LAMA MUNCUL DI DESA LOESAN

Evaluasi: Refleksi di Tengah Hutan

Malam harinya, seluruh tim pelepasliaran berkumpul di Camp Nles Mamse untuk melakukan evaluasi menyeluruh. Semua tahapan kegiatan, mulai dari keberangkatan hingga pelepasliaran, dibahas dan dianalisis, termasuk tantangan yang dihadapi serta rekomendasi untuk pelepasliaran berikutnya.

Evaluasi ini menjadi bagian penting dari komitmen kami dalam memastikan bahwa setiap upaya konservasi dilakukan dengan standar terbaik, demi meningkatkan peluang orangutan untuk bertahan hidup di alam liar. Inilah peran penting tim Post-Release Monitoring (PRM) kami yang berada di situs pelepasliaran untuk memastikan orangutan yang telah dilepasliaran dapat beradaptasi dengan baik di rumah baru mereka setidaknya dalam satu bulan ke depan sebelum akhirnya mereka menghilang, menjelajah lebih dalam ke hutan.

Baca juga: KESEHARIAN GAMI DI LUAR KANDANGNYA

Kegiatan pelepasliaran ini tidak hanya berjalan lancar, tetapi juga menjadi pengingat kuat bahwa kerja keras, kolaborasi, dan dedikasi adalah kunci dalam menyelamatkan spesies penting ini. Semangat yang terbangun selama pelepasliaran ini akan terus menjadi bahan bakar dalam misi panjang melindungi orangutan dan habitatnya.




Menurutmu orang lain perlu tahu? Bagikan!

image image image

CATATAN!



OK

YA, AMPUN!



Tutup